Umar bin Khattab: Dari Pedang Permusuhan Menuju Pelukan Hidayah

Umar bin Khattab: Dari Pedang Permusuhan Menuju Pelukan Hidayah

radarseluma.disway.id - Umar bin Khattab: Dari Pedang Permusuhan Menuju Pelukan Hidayah--

Reporter: Juli Irawan
Radarseluma.disway.id – Di antara sahabat Rasulullah SAW yang paling dikenal keberanian, ketegasan, dan keadilannya, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu menempati posisi istimewa. Namun, perjalanan hidupnya tidak dimulai sebagai pembela Islam. Justru, ia pernah menjadi salah satu musuh paling keras kepala yang menentang dakwah Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Perubahan besar dalam hidupnya adalah bukti nyata bahwa hidayah Allah mampu mengubah hati yang paling keras sekalipun.

Masa Kecil dan Kehidupan Awal Umar bin Khattab

Umar bin Khattab lahir sekitar tahun 584 M di Makkah, dari keluarga Bani Adi, salah satu kabilah Quraisy yang terhormat. Ayahnya, Al-Khattab bin Nufail, dikenal sebagai pria yang tegas, bahkan keras. Ibunya bernama Hantamah binti Hasyim, yang berasal dari keluarga terpandang.

Sejak kecil, Umar tumbuh di tengah budaya gurun yang keras. Ia terbiasa dengan kehidupan sederhana namun penuh disiplin. Selain memiliki fisik yang tinggi dan kuat, Umar juga dikenal cerdas. Ia mempelajari membaca, menulis, serta syair Arab sebuah keahlian langka di Makkah kala itu. Keahlian berkuda, memanah, dan berpedang menjadi bagian dari kesehariannya, mempersiapkannya menjadi pejuang tangguh.

Umar Sebagai Penentang Islam

Ketika Rasulullah SAW mulai menyampaikan dakwah Islam secara terbuka, Umar termasuk barisan penentang paling keras. Baginya, ajaran Islam dianggap merusak tatanan sosial Quraisy, menghina berhala-berhala mereka, dan memecah belah persatuan kabilah.

Umar dikenal lantang menentang Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Ia tidak ragu menganiaya kaum Muslimin yang lemah, termasuk budak-budak yang telah masuk Islam. Puncaknya, Umar pernah memutuskan untuk membunuh Rasulullah SAW. Dalam pikirannya, menghabisi nyawa Muhammad adalah cara tercepat untuk mengakhiri "fitnah" Islam di Makkah.

BACA JUGA:Abu Bakar Ash-Shiddiq: Penjaga Persatuan Umat dan Penyelamat Kalamullah

Perjalanan Menuju Hidayah

Suatu hari, Umar berangkat dengan pedang terhunus untuk membunuh Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Di tengah jalan, ia bertemu Nu’aim bin Abdullah, yang memberitahunya bahwa adiknya, Fatimah binti Khattab, dan suaminya, Said bin Zaid, telah memeluk Islam. Mendengar kabar itu, Umar marah besar dan langsung menuju rumah adiknya.

Di rumah Fatimah, Umar mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an dari Surah Tha-Ha. Ia mencoba merampas lembaran itu, namun Fatimah menolak dan memintanya untuk bersuci terlebih dahulu. Setelah berwudhu, Umar mulai membaca:

طه، مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى، إِلَّا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَى

Artinya: "Tha-Ha. Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu celaka, melainkan sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah)." (QS. Tha-Ha: 1–3)

Hati Umar luluh. Ia tertegun dengan keindahan dan kekuatan makna ayat tersebut. Pedang yang ia bawa untuk membunuh Nabi Muhammad Rasulullah SAW, kini terasa tak berguna. Umar pun pergi ke rumah Al-Arqam, tempat Nabi Muhammad  Rasulullah SAW dan para sahabat berkumpul, untuk menyatakan keislamannya.

Sumber:

Berita Terkait