Hijrah Sejati: Bukan Sekadar Momentum Ramadhan dan Syawal
Radarseluma.disway.id: Hijrah Sejati: Bukan Sekadar Momentum Ramadhan dan Syawal--
Reporter: Juli Irawan
Radarseluma.disway.id - Hijrah dalam konteks keislaman bukan hanya sekadar perjalanan fisik dari satu tempat ke tempat lain, seperti yang terjadi pada Rasulullah SAW dari Mekkah menuju Madinah. Hijrah lebih dalam maknanya; ia merupakan perubahan mendalam dalam diri seseorang, baik dalam aspek hati, akhlak, dan perilaku. Ketika kita berbicara tentang hijrah sejati, bukan hanya pada momentum tertentu, seperti bulan Ramadhan atau Syawal. Sebaliknya, hijrah sejati adalah sebuah proses yang berkelanjutan, yang berlangsung sepanjang hidup seorang Muslim untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Makna Hijrah dalam Al-Qur'an dan Hadits
Secara etimologis, hijrah berasal dari kata "hajara" yang berarti meninggalkan atau berpisah. Dalam konteks ini, hijrah bermakna meninggalkan segala bentuk kemaksiatan dan keburukan, serta berpindah menuju kehidupan yang lebih baik, penuh keberkahan, dan taqwa kepada Allah SWT. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur'an Surat At-taubah ayat 20 yang mana berbunyi:
"إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِندَ اللَّهِ وَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَـٰئِزُونَ"
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah, dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan." (QS At-taubah: 20)
Ayat ini menjelaskan bahwa hijrah sejati adalah hijrah yang disertai dengan perjuangan fisik dan spiritual untuk menegakkan kebenaran, sekaligus membentuk diri menjadi pribadi yang lebih baik.
Dalam Hadits, Rasulullah SAW juga menegaskan tentang hijrah yang mendalam dan bermakna ini. Beliau bersabda dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Hadits Bukhari yang berbunyi:
"لَا هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ وَلَـٰكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ. فَمَنْ جَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَهَاجَرَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَجَزَاؤُهُ عَلَى اللَّهِ، وَمَنْ هَاجَرَ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَجَزَاؤُهُ مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ."
Artinya: "Tidak ada hijrah setelah penaklukan (Madinah), namun yang ada adalah jihad dan niat. Jika seseorang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu akan diterima. Namun, jika dia berhijrah untuk mencari dunia atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang dia niatkan." (HR Bukhari)
Hadits ini menjelaskan bahwa hijrah bukan hanya tentang berpindah tempat, melainkan lebih kepada niat yang tulus untuk mengikuti jalan Allah dan Rasul-Nya. Jika niat kita hanya untuk duniawi, maka hijrah itu tidaklah bernilai di sisi Allah.
BACA JUGA:Meraih Keberkahan Hidup dengan Selalu Mendekat kepada Allah SWT
Hijrah Sejati dalam Kehidupan Sehari-hari
Hijrah sejati adalah perubahan diri yang dimulai dengan perbaikan hati. Setiap Muslim yang ingin menjalani hidup yang lebih baik harus mulai dengan perubahan batin yang tulus. Tidak hanya mengganti kebiasaan buruk, tetapi juga memperbaiki niat dan motivasi dalam setiap amal yang dikerjakan.
Salah satu langkah pertama dalam hijrah adalah memperbaiki hubungan dengan Allah SWT. Seorang Muslim yang ingin berhijrah harus memastikan dirinya lebih banyak mendekatkan diri dengan Allah melalui ibadah yang benar dan khusyuk. Shalat lima waktu, dzikir, dan doa adalah sarana utama untuk memperkokoh hubungan dengan Sang Pencipta.
Allah berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 183 yang mana berbunyi:
"وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ"
Artinya: "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku."(QS Al-Baqarah: 183)
Ayat ini mengingatkan kita bahwa Allah SWT selalu dekat dengan hamba-Nya yang ikhlas berdoa dan memohon ampunan. Hijrah sejati dimulai dengan kesadaran bahwa segala dosa dapat diampuni oleh Allah dengan taubat yang tulus. Dalam bulan Ramadhan, kita banyak diingatkan untuk memohon ampunan dan memulai perubahan, namun hijrah sejati harus berlanjut jauh setelah Ramadhan berakhir, bahkan hingga sepanjang hidup kita.
Selain itu, hijrah juga berarti meninggalkan kebiasaan buruk yang menghalangi kita dari beribadah dengan baik. Ini termasuk menjauhi perbuatan maksiat, seperti berkata kasar, berbohong, dan sebagainya. Allah berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Furqon ayat 70 yang mana berbunyi:
"إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَـٰلِحًا فَأُو۟لَـٰٓئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ ۚ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا"
Artinya: "Dan orang-orang yang beriman dan beramal shalih, serta menjauhi segala perbuatan keji dan dosa, mereka itulah orang-orang yang akan memperoleh ampunan dari Tuhan mereka."(QS Al-Furqon: 70)
Hijrah sejati mencakup perbaikan dalam akhlak, yang berarti menjauhi hal-hal yang tidak disukai oleh Allah, serta menumbuhkan sifat-sifat terpuji seperti sabar, jujur, rendah hati, dan penyayang. Perubahan ini tidak hanya terjadi dalam momen tertentu, seperti Ramadhan atau Syawal, tetapi harus menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
BACA JUGA:Syawal sebagai Waktu untuk Menjaga Hati dari Maksiat
Pentingnya Hijrah dalam Kehidupan Umat Islam
Hijrah sejati juga melibatkan perubahan dalam cara kita bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Hadits Bukhari yang berbunyi:
"الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ النَّاسُ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، وَالْمُؤْمِنُ مَنْ آمَنَ النَّاسُ مِنْ فِعْلِهِ"
Artinya: "Seorang Muslim adalah orang yang selamat dari lidah dan tangannya, dan seorang mukmin adalah orang yang orang lain merasa aman dari gangguannya." (HR. Bukhari)
Perubahan dalam hal ini tidak hanya terjadi pada diri sendiri, tetapi juga bagaimana kita memperlakukan orang lain. Hijrah sejati berarti menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesama, baik dalam keluarga, masyarakat, atau bahkan di tempat kerja.
Selain itu, hijrah sejati juga mencakup upaya untuk berkontribusi dalam kebaikan di masyarakat. Menggunakan ilmu yang dimiliki untuk kepentingan umat dan agama, serta bekerja keras untuk meningkatkan taraf hidup keluarga dan masyarakat, adalah bagian dari hijrah yang sangat dianjurkan dalam Islam.
BACA JUGA:Meningkatkan Ibadah Sunnah sebagai Bentuk Syukur
Dari penjelasan diatas maka dapatlah kita simpulkan bahwa Hijrah sejati bukanlah sekadar perubahan yang terjadi pada bulan Ramadhan atau Syawal. Ia adalah perjalanan panjang untuk memperbaiki diri, memperbaiki hubungan dengan Allah, dan menjadi pribadi yang lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Hijrah bukan hanya tentang berpindah tempat, tetapi lebih kepada perubahan hati dan niat untuk terus berusaha menjadi Muslim yang lebih taqwa. Dalam setiap langkah hijrah ini, kita harus menyadari bahwa Allah selalu memberikan petunjuk dan ampunan bagi mereka yang berusaha untuk berubah menuju kebaikan.
Semoga hijrah sejati menjadi tujuan utama bagi setiap Muslim, tidak hanya dalam momen tertentu, tetapi sebagai proses berkelanjutan dalam setiap aspek kehidupan. Mari kita jadikan Ramadhan dan Syawal sebagai momentum untuk memulai hijrah sejati, dan terus melangkah dengan penuh ketulusan menuju kehidupan yang lebih baik. (djl)
Sumber: