Makna Sejati dari Kemenangan di Hari Raya

Radarseluma.disway.id - Makna Sejati dari Kemenangan di Hari Raya--
Reporter: Juli Irawan
Radarseluma.disway.id - Hari Raya Idul fitri merupakan momen yang sangat dinantikan oleh umat Islam di seluruh dunia. Setelah sebulan penuh menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan, tibalah saatnya kaum Muslimin merayakan Idul fitri sebagai bentuk syukur atas nikmat Allah SWT. Namun, di balik suasana meriah dan kebahagiaan yang menyelimuti Hari Raya, sesungguhnya tersimpan makna yang jauh lebih dalam dan mendalam. Idul fitri bukan sekadar pesta atau libur panjang, melainkan simbol dari kemenangan spiritual dan pembaruan diri.
Makna Kemenangan dalam Perspektif Islam
Dalam Islam, kemenangan bukan hanya diukur dari capaian lahiriah seperti harta, jabatan, atau kekuasaan. Kemenangan sejati adalah ketika seorang hamba berhasil menundukkan hawa nafsunya, mengalahkan godaan syaitan, dan kembali kepada fitrah kesucian. Ramadhan adalah ajang latihan spiritual intensif, dan Idul fitri adalah momentum untuk merayakan keberhasilan dalam latihan tersebut.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 183 yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Ayat ini menunjukkan bahwa tujuan utama dari puasa Ramadhan adalah untuk meraih derajat Taqwa. Maka, ketika seseorang keluar dari Ramadhan dengan membawa bekal takwa yang kuat, itulah kemenangan yang sesungguhnya.
BACA JUGA:Membangun Keluarga yang Islami di Bulan Syawal
Kembali kepada Fitrah
Idul fitri berasal dari kata “’Id” yang berarti kembali, dan “fitri” yang berarti fitrah atau suci. Maka Idul fitri bermakna kembali kepada kesucian, sebagaimana bayi yang baru dilahirkan.
Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Hadits Bukhari dan Muslim yang mana berbunyi:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: “Barang siapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ampunan dosa dan kembali ke fitrah ini merupakan bentuk kemenangan spiritual yang tidak ternilai. Idul fitri menjadi momen pengakuan bahwa Allah telah memberikan kesempatan kedua kepada kita untuk memulai hidup yang lebih bersih dan lebih dekat kepada-Nya.
Kemenangan atas Hawa Nafsu
Selama Ramadhan, seorang Muslim berusaha keras menahan diri dari makan, minum, hawa nafsu, serta segala bentuk maksiat, baik lisan, pandangan, maupun hati. Ini adalah bentuk jihad terbesar, yaitu jihad melawan diri sendiri (jihad an-nafs).
Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Hadits Baihaqi yang mana berbunyi:
أَعْدَى عَدُوِّكَ نَفْسُكَ الَّتِي بَيْنَ جَنْبَيْكَ
Artinya: “Musuh terbesarmu adalah nafsumu yang berada di antara dua sisi tubuhmu.” (HR. Baihaqi)
Maka, siapa yang mampu mengendalikan nafsunya selama Ramadhan dan tetap menjaganya setelah Ramadhan berlalu, dialah pemenang sejati. Idul fitri menjadi penanda atas keberhasilan dalam pertempuran tersebut.
BACA JUGA:Menjaga Kesucian Hati dan Niat dalam Beribadah
Merayakan dengan Syukur, Bukan Hura-Hura
Islam mengajarkan bahwa hari kemenangan bukan untuk berfoya-foya, melainkan untuk memperbanyak syukur kepada Allah. Salah satu bentuk syukur tersebut adalah dengan bertakbir dan berbagi kepada sesama.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 185 yang mana berbunyi:
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: “Dan hendaklah kamu menyempurnakan bilangannya (puasa) dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, dan supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Takbir di malam Idul fitri adalah ekspresi kemenangan dan rasa syukur atas hidayah Allah. Selain itu, zakat fitrah yang dibayarkan sebelum salat Id adalah simbol kepedulian sosial agar semua umat Islam dapat merayakan hari kemenangan bersama-sama tanpa ada yang kekurangan.
Menjaga Amal Setelah Ramadhan
Kemenangan sejati tidak hanya berhenti pada Hari Raya. Tantangan sesungguhnya justru dimulai setelah Ramadhan berakhir. Mampukah kita mempertahankan kualitas ibadah, akhlak, dan semangat kebaikan yang telah dibangun selama Ramadhan?
Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Hadits Bukhari dan Muslim yang mana berbunyi:
أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
Artinya: “Amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang terus-menerus meskipun sedikit.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka, menjaga kontinuitas amal kebaikan setelah Ramadhan adalah bukti nyata dari kemenangan yang hakiki. Idul fitri bukan akhir dari perjuangan, melainkan titik awal untuk menjadi hamba yang lebih baik sepanjang tahun.
BACA JUGA:Dosa Jariyah Seorang Wanita yang Terus Mengalir hingga Hari Kiamat Menurut Ajaran Islam
Dari penjelasan diatas maka dapatlah kita simpulkan bahwa Idul fitri bukan sekadar hari untuk memakai baju baru, makan enak, dan berkumpul dengan keluarga. Lebih dari itu, ia adalah hari pembuktian bahwa kita telah menang melawan diri sendiri, kembali kepada kesucian, dan siap memulai hidup dengan jiwa yang lebih bersih dan takwa.
Kemenangan di Hari Raya adalah kemenangan spiritual: ketika kita menjadi pribadi yang lebih sabar, rendah hati, penyayang, dan penuh syukur. Inilah makna sejati dari Idul fitri yang perlu terus kita hidupkan dalam kehidupan sehari-hari.
Mari kita rayakan Idul fitri dengan penuh rasa syukur dan rendah hati. Jadikan hari kemenangan ini sebagai momentum untuk memperbaiki diri dan memperbanyak amal saleh. Semoga Allah menerima semua amal ibadah kita di bulan Ramadhan dan menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang kembali kepada fitrah, menang melawan hawa nafsu, dan istiqamah dalam kebaikan. Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum. (djl)
Sumber: