Mengenal dan Mengenang Kerajaan Pagaruyung Sumatra Barat
Minangkabau Sumatera Barat--
Kerajaan Pagaruyung akhirnya berubah menjadi kesultanan dan raja pertamanya yang masuk Islam adalah Sultan Alif. Setelah itu, banyak aturan adat Minangkabau yang dihilangkan karena bertentangan dengan ajaran Islam. Hanya sedikit sistem dan cara adat yang dipertahankan, hingga nantinya mendorong pecahnya perang saudara atau dikenal dengan Perang Padri.
Di saat yang sama, kerajaan ini harus mengakui kedaulatan Kesultanan Aceh. Hubungan dengan Belanda dan Inggris Ketika VOC berhasil mengalahkan Kesultanan Aceh pada 1667, kekuatan Pagaruyung pun kembali.
Menjelang akhir abad ke-17, kehidupan ekonomi Kerajaan Pagaruyung yang ditopang oleh produksi emasnya mulai menarik minat Belanda dan Inggris.
Pada 1684, diutuslah Tomas Dias oleh Gubernur Jenderal Belanda di Malaka ke Pagaruyung.
Sejak saat itu, mulai terbina komunikasi dan perdagangan antara VOC dan Pagaruyung. Antara 1795 sampai 1819, Pagaruyung sempat berada dalam kekuasaan Inggris.
Namun, setelah ditandatanganinya Traktat London pada 1824, Belanda memastikan kembali pengaruhnya di Pagaruyung.
Keruntuhan Kerajaan Pagaruyung
Akibat terjadinya perang Padri 1803-1838 Kerajaan Pagaruyung menjadi runtuh dn kekuasaan Raja Pagaruyung menjadi lemah permusuhan antara keluarga Kerajaan kaum Padri sulit terelakan dan berakibat banyak menimbulkan korban jiwa yang banyak
Kerajaan Pagaruyung terpaksa meminta bantuan kepada Belanda.
Pada 10 Februari 1821, Sultan Alam Bagagarsyah, raja terakhir Pagaruyung, menandatangani pernjanjian dengan Belanda, yang dianggap sebagai bentuk penyerahan.
Dalam perjanjian itu, Belanda berjanji membantu perang melawan kaum Padri dan sultan akan menjadi bawahan pemerintah pusat. Belanda bahkan berusaha menaklukkan kaum Padri dengan mendatangkan pasukan dari Jawa Tengah dan Maluku
Namun, ambisi Belanda untuk menguasai Pagaruyung membuat kaum adat dan pihak kerajaan bersatu demi memertahankan wilayahnya.
Alhasil, Sultan Alam Bagagarsyah ditangkap oleh Belanda pada 1833 atas tuduhan pengkhianatan dan dibuang ke Betawi.
Sumber: