Tak Pakai TGUPP, Heru Maksimalkan Peran OPD DKI Jakarta

Tak Pakai TGUPP, Heru Maksimalkan Peran OPD DKI Jakarta

PJ Gubernur DKI dan Ketua DPRD DKI--

 

 

RADARSELUMAONLINE.COM  - Mulai hari ini, Heru Budi Hartono menjadi orang nomor satu di Pemprov DKI Jakarta. Secara resmi, dia telah mengundurkan diri sebagai Komisaris PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Fokus Heru yang kini duduk sebagai Pj Gubernur DKI Jakarta memilih fokus membenahi Ibu Kota sepeninggal Anies Baswedan.

 

Surat pengunduran diri Heru telah diserahkan kepada perseroan sebelum ia dilantik sebagai Penjabat Gubernur DKI Jakarta pada Senin, 17 Oktober 2022. Pengumuman itu tertuang dalam keterbukaan informasi emiten berkode BBTN tersebut. Perseroan menyebut pada 13 Oktober, manajemen menerima surat permohonan pengunduran diri bertanggal 12 Oktober 2022.

 


--

“Berdasarkan peraturan perundang-undangan dan Anggaran Dasar Perseroan, masa jabatan Heru Budi Hartono selaku anggota Dewan Komisaris Perseroan akan berakhir dengan sendirinya sejak tanggal pelantikannya sebagai Penjabat Gubernur DKI Jakarta,” berikut bunyi laporan BTN dikutip Disway.id Senin, 17 Oktober 2022.

 

 

Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono berjanji akan memberikan perhatian penuh untuk menyelesaikan tiga persoalan utama penanganan banjir, penataan ruang, dan kemacetan yang melanda ibu kota."Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mempercayakan saya (mengatasi) tiga isu prioritas. Kami harus bekerja keras untuk (menangani) masalah ini dan turunannya," kata Hartono di Kompleks Istana Kepresidenan, di Jakarta, Senin 17 Oktober 2022.

 

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian melantik Hartono sebagai Pj Gubernur DKI Jakarta berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 100/P Tahun 2022 tentang Pengesahan Pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Periode 2017-2022. Masa Jabatan dan Pengangkatan Pj Gubernur DKI Jakarta yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 14 Oktober 2022.

 

 

 

 

Hartono juga sebelumnya menjabat sebagai Kepala Sekretariat Presiden sejak 2017. “Kami akan menjadwalkan program-program yang sudah berjalan di masyarakat menjadi dibahas dalam pembahasan APBN 2023,” ujarnya.

 

Ia juga akan bertemu dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono untuk meminta saran penanganan banjir di ibu kota. “Ada tiga jenis banjir. Yang pertama banjir rob, banjir hujan yang saat ini terjadi di Jakarta, dan banjir kiriman. Sore ini saya akan menemui Menteri Hadimuljono untuk membahas tentang kiriman banjir di Jakarta. waduk, saluran air, dan lain-lain,” kata Hartono.

 

 

Dalam APBN 2023, ia juga akan memasukkan penanganan gelombang pasang, seperti pembangunan pemecah gelombang dan beberapa waduk di sekitar Jakarta Utara atau Jakarta Barat.“Apalagi kita punya waktu yang sangat singkat hanya satu sampai dua bulan untuk (penanganan) banjir di Jakarta. Pertama, saya harus memastikan semua pompa, rumah pompa, dan waduk berfungsi dengan baik,” katanya.

 

Terkait penanganan banjir jangka panjang di Jakarta, kata dia, pembangunan beberapa waduk sedang berlangsung, antara lain untuk perbaikan pompa, serta revitalisasi sungai. Selain bertemu dengan Menteri PUPR, Hartono juga dijadwalkan menghadiri rapat paripurna.

 

 

"Besok akan dilakukan pembekalan kepada 600 pejabat Jakarta. Setelah itu, saya akan ke Waduk Pluit, Kali Sentiong, dan lain-lain. Sampai minggu depan jadwal saya padat dengan kunjungan kelurahan," ujarnya.

 

Setelah meninggalkan jabatannya sebagai Kepala Staf Kepresidenan, jabatan tersebut akan diisi secara bergantian oleh Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Triadi Machmudin, dan Deputi Tata Usaha dan Pengelolaan Istana Rika Kiswardani sesuai waktunya. periode untuk membantu Presiden Jokowi dalam pekerjaannya.

 

 

Perberdaan Heru dan Anies

 

Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono memilih mengoptimalkan peran Organisasi Perangkat Daerah (OPD), asisten dan tenaga ahli untuk membantu kinerjanya daripada menggunakan Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP).

 

Kondisi ini berbeda dengan gaya Anies Baswedan yang mengangkat puluhan TGUPP yang menyerap anggaran puluhan bahkan ratusan miliar untuk gaji dan tunjangan. "Saya ingin memaksimalkan dinas-dinas yang ada, mungkin diperkuat asisten, ada tenaga ahli, asisten ahli," kata Heru di Balai Kota Jakarta.

 

 

Dengan demikian, ia berencana tidak menggunakan TGUPP untuk mendampingi tugasnya selama menjadi Penjabat Gubernur DKI. DPRD DKI tidak mengalokasikan anggaran untuk TGUPP setelah Gubernur DKI Anies Baswedan pensiun pada 16 Oktober 2022.

 

Sebelumnya, Anggota Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono mengatakan, eksistensi TGUPP atau nama lain dari tim sejenis, merupakan kewenangan Penjabat Gubernur DKI. Meski begitu, dia meminta agar penjabat gubernur DKI menggunakan alokasi anggaran untuk tim gubernur tersebut tidak lagi berasal dari APBD melainkan dari biaya penunjang operasional gubernur, apabila ingin membentuk tim yang membantu tugas gubernur.

 

 

 

"Jika penjabat gubernur merasa membutuhkan silakan menggunakan TGUPP atau apa istilahnya.Tapi alokasi anggaran tidak melekat di APBD, silakan anggaran yang digunakan melalui dana operasionalnya gubernur," katanya.

 

 

 

 

Gembong menambahkan, besaran anggaran TGUPP pada masa mantan Gubernur Anies Baswedan pada 2018 mencapai Rp 29 miliar. Kemudian pada 2019-2021 mencapai masing-masing sekitar Rp 18,9 miliar. Sedangkan pada 2022 mengingat masa jabatan Gubernur Anies hanya 10 bulan, yakni pada Oktober 2022, besaran alokasi untuk TGUPP mencapai Rp 12,5 miliar.

 

Sementara itu, biaya penunjang operasional penjabat gubernur, lanjut dia, sama dengan dana penunjang operasional gubernur. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2000, biaya penunjang operasional kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi ditetapkan berdasarkan klasifikasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di atas Rp 500 miliar, yakni paling rendah Rp 1,25 miliar dan paling tinggi sebesar 0,15 persen dari PAD.

 

 

Sebagai gambaran, PAD DKI Jakarta pada 2020 mencapai Rp 57,5 triliun. Jika asumsi biaya penunjang operasional kepala daerah dan wakil kepala daerah yang digunakan adalah maksimal 0,15 persen, maka dalam satu tahun mencapai Rp 86,2 miliar atau per bulan mencapai Rp7,18 miliar.

 

 

Gembong menambahkan, komposisi besaran biaya penunjang operasional adalah 60 persen untuk gubernur dan 40 persen untuk wakil gubernur. Dengan begitu, diperkirakan untuk gubernur biaya penunjang operasional sekitar Rp4,31 miliar per bulan dan wakil gubernur sekitar Rp2,87 miliar.

 

Sumber: