China Larang Kripto, Namun Aktivitas Mining Makin Tinggi
Bitcoin--
BACA JUGA:Bukan Main, Saat GJAW 2025, Mitsubishi Raup Hampir 2 Ribu SPK
Regulator menilai stablecoin berpotensi digunakan untuk penggelapan dana, aktivitas ilegal lintas batas, hingga mengancam keamanan sistem keuangan China. Sikap ini selaras dengan peringatan mantan gubernur PBoC, Zhou Xiaochuan, yang menyebut stablecoin bisa memicu “instabilitas sistemik” jika penggunaannya tidak terkontrol.
Meski pelarangan kripto ditegaskan kembali, data terbaru menunjukkan bahwa mining Bitcoin justru meningkat di bawah tanah. Pada Oktober 2025, China tercatat menyumbang sekitar 14% hash rate global, menempatkannya kembali di posisi ketiga dunia.
Kegiatan mining terkonsentrasi di wilayah seperti Xinjiang dan Sichuan yang memiliki kelebihan pasokan listrik. Para pelaku memanfaatkan listrik murah untuk membangun fasilitas mining baru, meski operasinya ilegal menurut hukum China.
Data industri menunjukkan penjualan mesin mining juga melonjak. Canaan Inc., produsen rig mining Bitcoin, melaporkan pendapatan dari China melonjak dari 2.8% (2022) menjadi 30.3% (2024), bahkan diperkirakan melampaui 50% di kuartal kedua 2025.
Sementara China daratan menjaga garis keras, Hong Kong justru membuka diri pada kripto melalui kerangka regulasi yang lebih ramah investor. Wilayah tersebut telah merilis aturan stablecoin dan memperbolehkan perusahaan menawarkan layanan kripto berlisensi.
Namun dalam beberapa bulan terakhir, Beijing mulai membatasi ruang gerak industri kripto di Hong Kong, termasuk menghentikan proyek tokenisasi aset yang dilakukan oleh broker besar dan memblokir rencana stablecoin milik perusahaan teknologi China.
Kebijakan ini menunjukkan bahwa meski Hong Kong lebih terbuka, keputusan akhir tetap mengikuti kebijakan pusat di Beijing.
Sumber: