Rasulullah SAW dan Kasih Sayangnya kepada Para Hamba Sahaya

Rabu 08-10-2025,15:31 WIB
Reporter : juliirawan
Editor : juliirawan

"Teladan Agung Kemanusiaan yang Menghapus Perbudakan dari Hati Umat"

Reporter: Juli Irawan 

Radarseluma.disway.id - Dalam sejarah peradaban manusia, sistem perbudakan merupakan salah satu noda hitam yang mencerminkan ketidakadilan dan penindasan terhadap sesama manusia. Ribuan tahun lamanya, manusia memperlakukan manusia lain seperti barang dagangan dijual, dibeli, dan dimiliki tanpa hak. Namun, di tengah kegelapan moral dunia itu, lahirlah seorang Nabi pembawa rahmat, yakni Rasulullah Muhammad SAW, yang diutus oleh Allah SWT untuk menegakkan keadilan dan menanamkan kasih sayang bagi seluruh makhluk. Salah satu wujud kasih sayang beliau yang paling indah adalah sikap lembut dan penuh cinta terhadap para hamba sahaya (budak).

Rasulullah SAW tidak hanya menyeru umatnya untuk memperlakukan budak dengan adil dan baik, tetapi juga memberikan teladan nyata bagaimana membebaskan mereka dari belenggu perbudakan, baik secara hukum maupun secara moral. Melalui ajaran dan teladan beliau, Islam tidak hanya menghapus perbudakan secara bertahap, tetapi juga menanamkan prinsip kemanusiaan universal yang sejajar di hadapan Allah SWT.

Rasulullah SAW: Cahaya Kasih dalam Perlakuan terhadap Hamba Sahaya Rasulullah SAW memperlakukan para hamba sahaya dengan penuh kasih sayang, seolah mereka adalah keluarga sendiri. Beliau menolak segala bentuk penghinaan terhadap budak dan menanamkan keyakinan bahwa tidak ada perbedaan antara tuan dan budak di hadapan Allah, kecuali dalam ketakwaan. Allah SWT menegaskan hal ini dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya: “Wahai manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, lalu Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Ayat ini menjadi dasar bahwa Islam menolak diskriminasi ras, status sosial, maupun keturunan. Rasulullah SAW menegakkan prinsip tersebut dalam kehidupan nyata. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, beliau bersabda:

إِخْوَانُكُمْ خَوَلُكُمْ جَعَلَهُمُ اللَّهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ، فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدِهِ، فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ، وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ، وَلَا تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ، فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ فَأَعِينُوهُمْ

Artinya: “Hamba sahayamu adalah saudara-saudaramu yang Allah jadikan di bawah kekuasaanmu. Maka barang siapa saudaranya berada di bawah kekuasaannya, hendaklah ia memberi makan dari apa yang ia makan, dan memberi pakaian dari apa yang ia pakai. Janganlah membebani mereka dengan sesuatu yang mereka tidak mampu, dan jika engkau membebani mereka, maka bantulah mereka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menggambarkan betapa Rasulullah SAW menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan persaudaraan, bahkan kepada mereka yang secara sosial dianggap paling rendah pada masa itu.

BACA JUGA:Teladan Rasulullah SAW dalam Menanamkan Kasih Sayang kepada Anak-anak

Teladan Rasulullah SAW terhadap Para Hamba Sahaya Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah SAW memberikan contoh nyata bagaimana memperlakukan hamba sahaya dengan penuh kelembutan dan kasih. Salah satu teladan paling mengharukan adalah kisah Zaid bin Haritsah, seorang budak yang dibebaskan oleh Rasulullah SAW dan kemudian diangkat menjadi anak angkat beliau sebelum hukum adopsi dalam Islam diatur. Rasulullah SAW memperlakukan Zaid dengan begitu mulia, bahkan para sahabat memanggilnya dengan sebutan Zaid bin Muhammad sebelum turun ayat yang melarang penisbatan anak angkat kepada orang tua angkatnya (QS. Al-Ahzab: 5).

Kasih sayang Rasulullah SAW juga tampak pada perlakuannya terhadap pembantu beliau, Anas bin Malik. Anas RA pernah berkata:

خَدَمْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ سِنِينَ، فَمَا قَالَ لِي أُفٍّ قَطُّ، وَمَا قَالَ لِي لِشَيْءٍ فَعَلْتُهُ لِمَ فَعَلْتَ كَذَا، وَلَا لِشَيْءٍ لَمْ أَفْعَلْهُ أَلَا فَعَلْتَ كَذَا

Artinya: “Aku telah melayani Rasulullah SAW selama sepuluh tahun. Beliau tidak pernah berkata ‘ah’ kepadaku, tidak pernah berkata ‘mengapa engkau lakukan itu?’ atas sesuatu yang aku lakukan, dan tidak pernah berkata ‘mengapa engkau tidak lakukan itu?’ atas sesuatu yang aku tidak lakukan.” (HR. Muslim)

Kelembutan hati Rasulullah SAW ini menunjukkan betapa beliau memandang para pembantu dan hamba sahaya bukan sebagai bawahan, tetapi sebagai saudara yang harus dihormati dan disayangi.

Islam dan Pembebasan Hamba Sahaya Islam datang bukan dengan revolusi kekerasan untuk menghapus perbudakan, tetapi dengan revolusi akhlak dan kasih sayang. Rasulullah SAW mengajarkan umatnya untuk membebaskan budak sebagai amal kebajikan yang besar pahalanya. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:

فَكُّ رَقَبَةٍ

Artinya: “(Ialah) memerdekakan budak.” (QS. Al-Balad: 13)

Dan dalam ayat lain disebutkan bahwa memerdekakan budak termasuk penebus dosa:

فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ

Artinya: “(Wajib baginya) memerdekakan seorang budak yang beriman.” (QS. An-Nisa: 92)

Bahkan Rasulullah SAW menegaskan bahwa siapa yang membebaskan seorang hamba sahaya, maka Allah akan membebaskan setiap anggota tubuhnya dari api neraka. Sebagaimana sabdanya:

مَنْ أَعْتَقَ رَقَبَةً مُسْلِمَةً أَعْتَقَ اللَّهُ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهَا عُضْوًا مِنْهُ مِنَ النَّارِ

Artinya: “Barang siapa memerdekakan seorang budak Muslim, maka Allah akan memerdekakan setiap anggota tubuhnya dari api neraka sebagai ganti anggota tubuh budak itu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dengan demikian, Islam membangun mekanisme spiritual dan sosial untuk menghapuskan perbudakan secara bertahap dan beradab, tanpa menimbulkan kekacauan sosial.

BACA JUGA:Keteladanan Rasulullah SAW dalam Menghormati Tetangga Tanpa Memandang Agama: Cermin Akhlak Luhur dan Rahmat ba

Kasih Sayang Rasulullah SAW Melampaui Batas Status Kasih sayang Rasulullah SAW tidak terbatas hanya pada para sahabat, orang miskin, atau anak yatim, tetapi juga mencakup mereka yang paling lemah dalam struktur sosial: para budak. Beliau mengajarkan bahwa kemuliaan seseorang tidak ditentukan oleh status duniawi, melainkan oleh ketakwaannya. Rasulullah SAW juga sering duduk, makan, dan berbicara dengan para budak tanpa rasa canggung, memperlakukan mereka setara di hadapan manusia dan Tuhan.

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW bersabda:

لَا يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ عَبْدِي وَأَمَتِي، كُلُّكُمْ عَبِيدُ اللَّهِ وَكُلُّ نِسَائِكُمْ إِمَاءُ اللَّهِ، وَلَكِنْ لِيَقُلْ غُلَامِي وَجَارِيَتِي 

Artinya: “Janganlah salah seorang di antara kalian berkata ‘budakku laki-laki’ atau ‘budakku perempuan’. Kalian semua adalah hamba Allah, dan para wanita kalian adalah hamba Allah. Katakanlah ‘pelayanku laki-laki’ dan ‘pelayanku perempuan’.” (HR. Muslim)

Hadits ini menegaskan upaya Rasulullah SAW untuk menghapus istilah yang bernada merendahkan, menggantinya dengan sebutan yang lebih manusiawi.

Rasulullah SAW adalah rahmat bagi seluruh alam. Kasih sayang beliau meliputi seluruh lapisan manusia tanpa terkecuali, termasuk para hamba sahaya yang pada masa itu dianggap hina. Dengan keteladanan akhlak beliau, Islam menanamkan nilai-nilai keadilan, persamaan, dan kasih sayang yang kemudian menjadi fondasi penghapusan perbudakan di dunia Islam.

Kasih sayang Rasulullah SAW kepada para hamba sahaya bukan sekadar sejarah masa lalu, tetapi pelajaran abadi bagi umat manusia. Beliau menegakkan martabat manusia di atas segala bentuk ketimpangan sosial dan menanamkan keyakinan bahwa semua manusia adalah ciptaan Allah yang sama-sama berhak mendapatkan kasih sayang dan penghormatan. (djl)

Kategori :