Jejak Agung Sriwijaya: Dari Palembang Menjadi Poros Maritim Asia Tenggara

Rabu 03-09-2025,14:30 WIB
Reporter : juliirawan
Editor : juliirawan

Kenapa Sriwijaya Meredup?

Beberapa faktor kunci menjelaskan kemunduran bertahap Sriwijaya sejak abad ke-11:

1.Serangan Eksternal (Chola, 1025 M dan sesudahnya) Ekspedisi Chola memutus mata rantai logistik, merusak pelabuhan, dan meruntuhkan wibawa maritim Sriwijaya. Meski kerajaan tidak langsung hilang, pukulan ini menyisakan luka struktural.

2 Kompetisi Jalur Niaga Munculnya pusat-pusat baru di Semenanjung Melayu dan pesisir lain menggerus monopoli Sriwijaya atas Selat Malaka. Para pedagang leluasa mencari pelabuhan alternatif.

3.Perubahan Pusat Kekuasaan Setelah abad ke-12, Melayu–Dharmasraya (Jambi) berkembang sebagai kelanjutan politik, sementara Palembang menurun. Di 1275 M, ekspedisi Pamalayu dari Singhasari ke Sumatra ikut mengubah peta kekuatan. Pada 1377 M, catatan Tiongkok dan Jawa mengindikasikan upaya Palembang mencari pengakuan langsung ke Tiongkok yang berujung pada tindakan keras Majapahit—menyegel bab terakhir supremasi Sriwijaya di hilir Musi.

4.Transformasi Ekologi & Teknologi Kapal Pergeseran rute, teknik kapal, dan preferensi pasar membuat keunggulan lama Sriwijaya tidak lagi mutlak. Kerajaan yang mengandalkan choke point pelayaran harus beradaptasi menghadapi jaringan niaga yang kian plural.

Hal-Hal Menarik tentang Sriwijaya

• Bukan Kerajaan Daratan Biasa: Sriwijaya adalah kerajaan jaringan. Kekuasaannya hidup di pelabuhan, muara, dan selat lebih mirip “perusahaan logistik” raksasa yang dipersenjatai, ketimbang kekaisaran agraris dengan tembok kota tebal.

• Bahasa Melayu Kuno: Prasasti-prasasti Sriwijaya adalah tonggak penting sejarah Bahasa Melayu cikal bakal bahasa persatuan Nusantara.

• Keberagamaan yang Inklusif: Walau identik dengan Buddhisme (khususnya Mahayana–Vajrayana), Sriwijaya juga terlibat dalam perdagangan dengan komunitas Muslim dan Hindu; pelabuhan menjadi ruang kosmopolitan tempat budaya saling berjumpa.

• Teknologi Maritim: Kapal-kapal papan ikat (lashed-lug) dan layar tanja Nusantara memberi Sriwijaya keunggulan jelajah di perairan tropis berangin muson.

• Arkeologi Sungai Musi: Temuan arkeologi di bantaran Musi (patung, manik-manik, pecahan keramik Tiongkok, struktur bata) terus memperkaya pemahaman kita akan lanskap urban kuno Palembang-Sriwijaya.

Warisan untuk Sumatra Selatan & Indonesia

Warisan Sriwijaya bukan sekadar romantika masa lalu. Ia mewariskan etos maritim, jiwa niaga, dan tradisi keilmuan yang relevan bagi Indonesia modern sebagai negara kepulauan. Bagi Sumatra Selatan, nama Sriwijaya hidup dalam identitas budaya, toponimi, hingga semangat kebangsaan dari olahraga (Sriwijaya FC) sampai ikon-ikon kota di Palembang.

Dari penjelasan diatas maka dapat kita simpulkan bahwa Sriwijaya berdiri di pertemuan sungai dan samudra, memadukan strategi geopolitik selat, ekonomi pelabuhan, dan prestise keilmuan. Sejak fondasinya di bawah Dapunta Hyang Sri Jayanasa pada akhir abad ke-7, kerajaan ini mencapai puncak pamor sebagai pusat perdagangan internasional dan studi Buddhis pada abad ke-7–10, mengendalikan jalur-jalur strategis dari Sumatra Selatan, Semenanjung Melayu, hingga simpul-simpul niaga di kepulauan sekitarnya. Meski diguncang serangan Chola (1025 M), kompetisi pelabuhan, dan pergeseran kekuasaan ke Melayu–Dharmasraya, warisan Sriwijaya tetap mengalir terutama dalam Bahasa Melayu, jaringan budaya maritim, dan memori kolektif kawasan.

Menulis tentang Sriwijaya adalah menulis tentang laut sebagai panggung sejarah Nusantara. Di Palembang dan sepanjang Sungai Musi, gema kejayaan itu masih terasa: pada nama, benda, dan cerita yang diwariskan. Dengan memahami Sriwijaya, masyarakat Sumatra Selatan dan Indonesia pada umumnya dapat memetik pelajaran penting: bahwa inovasi, jejaring, dan kendali jalur strategis adalah akar dari kemakmuran. Semoga Jejak Agung Sriwijaya ini menginspirasi generasi kini untuk kembali memandang laut bukan sebagai batas, melainkan sebagai ruang peluang sebagaimana yang dilakukan leluhur kita seribu tahun yang lalu. (djl).

Kategori :