Reporter: Juli Irawan Radarseluma.disway.id -Sumatera Selatan bukan hanya “tanah limas” sebutan yang sering melekat karena popularitas Rumah Limas melainkan juga rumah-rumah tradisional lain yang merekam denyut sejarah, ekonomi, dan ekologi masyarakatnya. Salah satu yang kerap luput dari sorotan adalah Rumah Cara Gudang. Di tepi-tepi Sungai Musi dan jejaring anak sungainya, rumah panggung memanjang ini pernah menjadi tulang punggung hunian warga biasa, perajin, dan pedagang. Ia lahir dari kebutuhan yang sangat praktis aman dari banjir, efisien untuk menyimpan barang, dan nyaman untuk hidup komunal namun tumbuh menjadi simbol kedisiplinan ruang dan etos dagang orang Palembang dan sekitarnya. Artikel ini mengulas asal-usul, filosofi, bentuk arsitektur, sebaran wilayah, hingga tantangan pelestariannya agar pembaca dapat memandang Rumah Cara Gudang bukan sekadar “rumah lama”, tetapi sebagai arsip hidup yang menautkan sungai, budaya, dan ekonomi rakyat.
Asal-Usul Nama dan Latar Sosial
Nama “Cara Gudang” diyakini merujuk pada bentuk bangunannya yang memanjang seperti gudang. Secara historis, rumah ini dipakai luas oleh warga biasa (bukan bangsawan atau pemangku adat). Karena memanjang, ia efektif untuk menyimpan barang-barang dagangan citra yang kuat di lingkungan hunian yang bertumpu pada jalur sungai dan aktivitas niaga harian. Di beberapa sumber populer, rumah ini juga dikenali sebagai rumah panggung kayu dengan tiga zona ruang depan, tengah, dan belakang yang sederhana namun fungsional untuk tinggal sekaligus bekerja.
Menariknya, lantai Rumah Cara Gudang tidak berkijing (tanpa undakan sosial), berbeda dari Rumah Limas yang memiliki kekijing dan kerap dikaitkan dengan stratifikasi tamu. Sejumlah kajian populer menyebut kemunculannya antara lain sebagai upaya menghapus “tingkatan” pada ruang tamu: rumah dibuat datar, terasa egaliter, dan fokus pada fungsi harian keluarga.
Wilayah Persebaran
Secara geografis, Rumah Cara Gudang paling banyak dijumpai di Kota Palembang dan lingkungan kampung-kampung tuanya. Di Kampung Songket (30 Ilir, Palembang) sentra perajin songket tipologi Rumah Gudang tercatat dominan; penelitian setempat mendata keberadaan puluhan hunian tradisional, sebagian bertipe Rumah Gudang, yang kini banyak mengalami modifikasi karena kebutuhan modern. Selain Palembang, tipologi “cara gudang” juga ditemukan pada contoh bangunan di OKU Timur, menunjukkan sebaran yang mengikuti DAS Musi dan jaringan perdagangan pedalaman.
Anatomi Arsitektur dan Bahan Bangunan
Panggung setinggi kira-kira dua meter. Sebagaimana hunian Melayu di tepian air, Rumah Cara Gudang ditinggikan dengan tiang-tiang untuk menghindari banjir dan gangguan satwa, sekaligus menciptakan kolong multifungsi (menyimpan alat, perahu kecil, atau aktivitas rumah tangga). Bentuk denahnya memanjang; fasad cenderung sederhana, “jujur” terhadap fungsi. Untuk atap, banyak literatur populer menyebut atap limas pada Cara Gudang; sementara beberapa tulisan menyebutkan variasi atap perisai pada sejumlah contoh. Variasi ini bisa dipahami sebagai adaptasi lokal terhadap arah hujan/angin serta ketersediaan bahan.
Material kayu pilihan. Rumah Cara Gudang tradisional dibangun dari kayu tembesu, petanang, hingga unglen jenis-jenis kayu keras yang tahan lembap, cocok untuk iklim sungai dan rawa. Pemilihan bahan ini adalah pengetahuan ekologis setempat: struktur panggung membutuhkan kekuatan sekaligus ketahanan terhadap air.
Tata ruang tiga bagian. Rumah klasiknya terbagi ke ruang depan, ruang tengah, dan ruang belakang. Ruang depan bersifat semi-publik untuk menerima tamu dan transaksi kecil; ruang tengah untuk kegiatan keluarga; ruang belakang untuk dapur dan servis. Tanpa kekijing, arus sosial di dalam rumah lebih cair; perbedaan “tingkat” tamu tidak ditandai undakan lantai, melainkan kesopanan dan adat tutur.
Fungsi: Hunian Sungai dan Mesin Ekonomi Keluarga
Rumah Cara Gudang lahir dari logika sungai. Sungai adalah jalan raya, pasar, sekaligus halaman depan. Karena itu, rumah memanjang memudahkan sirkulasi barang, dari dermaga kecil ke ruang simpan, dari ruang kerja ke ruang keluarga. Penataan “lurus memanjang” mendorong efisiensi gerak: barang masuk disortir disimpan diedarkan kembali, tanpa harus melalui ruang-ruang hirarkis. Itulah mengapa rumah ini identik dengan warga pekerja dan pedagang di kampung-kampung pinggir sungai Palembang dan sekitarnya.
Di Kampung Songket, tipologi ini berpadu dengan produksi kain: area depan/teras menjadi ruang menerima pelanggan dan memajang kain, bagian tengah untuk pekerjaan rumah tangga, dan belakang untuk aktivitas menenun atau dapur. Riset setempat mencatat perpaduan tradisi panggung dan pengaruh kolonial pada fasad/ornamen akibat interaksi panjang Palembang dengan dunia niaga internasional.
Filosofi dan Nilai
Ada tiga lapis makna yang kerap ditarik dari wujud Rumah Cara Gudang: