Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail adalah pelajaran luar biasa tentang ketaatan mutlak kepada perintah Allah, meski berat dan tidak masuk akal secara logika. Ini menjadi pelajaran bahwa seorang mukmin harus siap untuk tunduk terhadap segala perintah Allah, tanpa syarat.
3. Hari Dimulainya Rangkaian Ibadah Agung
Hari Tarwiyah menandai dimulainya rangkaian manasik haji. Sejak pagi hari, para jamaah haji mengenakan pakaian ihram dan menuju Mina untuk bermalam di sana. Ini merupakan awal dari puncak ibadah haji yang penuh makna dan kesucian.
Anjuran Puasa Hari Tarwiyah
Bagi kaum Muslimin yang tidak berhaji, ada pula anjuran untuk berpuasa pada Hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah) dan Hari Arafah (9 Dzulhijjah). Dalam hadits disebutkan:
صِيَامُ يَوْمِ التَّرْوِيَةِ كَفَّارَةُ سَنَةٍ، وَصِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ كَفَّارَةُ سَنَتَيْنِ
Artinya: “Puasa hari Tarwiyah adalah penebus dosa selama satu tahun, dan puasa hari Arafah adalah penebus dosa selama dua tahun.”(HR. al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman, sanadnya lemah tetapi dianjurkan karena masuk dalam amalan fadhilah)
Meskipun hadits ini tergolong dha’if, sebagian ulama memperbolehkan mengamalkannya dalam konteks fadhailul a’mal (keutamaan amal), apalagi jika selaras dengan semangat syariat.
Hari Tarwiyah bukan sekadar angka dalam kalender Islam. Ia adalah hari yang penuh makna, menyimpan sejarah agung tentang pengorbanan, ketaatan, dan perenungan. Dari kisah Nabi Ibrahim dan Ismail, kita belajar arti kepasrahan dan keteguhan iman. Dari peristiwa manasik haji, kita melihat betapa Islam mengajarkan keteraturan, persiapan, dan kedisiplinan dalam ibadah.
Bagi kaum Muslimin, mari jadikan Hari Tarwiyah sebagai momen untuk menghidupkan kembali semangat perenungan diri, memperkuat niat taat kepada Allah, serta mempersiapkan jiwa menuju puncak spiritualitas di bulan Dzulhijjah. Semoga kita semua dapat meneladani ketaatan Nabi Ibrahim dan memperoleh keberkahan dari hari-hari mulia ini. (djl)