Kisah Perjuangan Organisasi Aisyiyah & Rumah Tangga Siti Walidah

Minggu 29-09-2024,17:07 WIB
Reporter : juliirawan
Editor : juliirawan

Kajian Islam. Radar Seluma. Disway.id -Sekitar tahun 1889 ketika itu Siti Walidah baru berusia 17, dan Siti Walidah mendapat kabar dari sang ayah Kiyai Fadlil bahwa sang ayahanda Muhammad Darwis nama K.H Ahmad Dahlan sebelum berganti menjadi Ahmad Dahlan akan datang melamar Siti Walidah sebagai istrinya.
Sebagaimana di ketahui secara garis keturunan Siti Walidah sebentar nya masih saudara dekat K.H Ahmad Dahlan yaitu saudara sepupu.
 
Kabar penikahannya dengan Darwis atau Ahmad Dahlan tak membuat Walidah begitu kaget sebab rencana tersebut memang sudah dipersiapkan sejak lama. Adapun resepsi pernikahan Siti Walidah dan K.H Ahmad Dahlan terbilang dilaksanakan dengan cara yang meskipun mereka mereka tergolong orang yang berada dan terhormat.
 
BACA JUGA:Biografi Nyai Ahmad Dahlan & Peran Istri Pendiri Muhammadiyah
 
Setelah menikah dan menjalani hidup bahtera rumah tangga meskipun tidak terlebih dahulu di awali dengan perkenalan meskipun melalui ta'aruf tidak membuat Ahmad Dahlan dan Siti Walidah canggung dan langsung merasakan kecocokan. 
Sebagaimana pesan Kiyai Fadlil pada 1 Desember 1911, Walidah mulai mendampingi K.H Ahmad Dahlan membuka Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah di kediaman mereka di Kampung Kauman. 
Hanya berselang enam bulan, Madrasah yang mereka dirikan berhasil berkembang pesat dan mendapatkan antusias dari masyarakat dalam singkat Madrasah tersebut memiliki murid mencapai 62 orang.
 
Perjuangan Siti Walidah Dahlan tak lantas berhenti hanya menjadi pendamping hidup seorang pendiri Persyarikatan Muhammadiyah.
Siti Walidah teramat sedih saat melihat kondisi para buruh batik perempuan di Kampung Kauman sebuah pabrik batik milik ayahnya Kiyai Fadlil. 
Sebagian besar dari mereka tidak memiliki pengetahuan Agama dan tidak bisa membaca Al-Qur'an. 
Melihat kondisi tersebut Siti Walidah kemudian berdiskusi dengan suaminya K.H Ahmad Dahlan untuk memberikan pembinaan terhadap mereka dan hal tersebut direspon dan di sambut baik oleh K.H Ahmad Dahlan.
 
BACA JUGA:Nyai Ahmad Dahlan Disebut Sebagai Ibu Muhammadiyah
 
Maka setelah mendapatkan restu dari K.H Ahmad Dahlan Siti Walidah mengumpulkan para buruh batik di rumah nya untuk memberikan pelajaran Agama dan mengaji dengan penuh ketekunan ia mengajari mereka mengaji dan membaca, tak hanya buruh batik yang turut bergabung menyimak pelajaran dari Siti Walidah namun hal tersebut mendapat respon baik para ibu-ibu pembantu rumah tangga dan istri para juragan untuk ikut belajar.
Sehingga gerakan yang dimotori oleh Siti Walidah ini kemudian terbentuk semacam perkumpulan para perempuan atau yang dikenal dengan sebutan Sopo Tresno yang artinya "Siapa cinta"
 
Melalui Sopo Tresno Siti Walidah berhasil menyadarkan para perempuan bahwa mereka bukan subordinat laki-laki hanya sebagai pelengkap hanya sebatas mengurus rumah tangga saja namun memiliki peran penting untuk ikut serta dalam kepentingan masyarakat banyak tanpa mengucilkan peran sebagai seorang ibu maupun istri dan pengurus rumah tangga.
Melalui programnya, Walidah mendorong para anggota Sopo Tresno untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya sehingga dapat menjadi pendamping yang sepadan dengan kaum laki-laki.
 
BACA JUGA:KH Ahmad Dahlan Ulama Besar Pendiri Organisasi Muhammadiyah Part Satu
 
Perkembangan Sopo Tresno menarik perhatian para tokoh Muhammadiyah. Mereka ingin agar perkumpulan Sopo Tresno dapat menjadi organisasi perempuan Islam yang mapan. 
Tokoh-tokoh penting Muhammadiyah seperti Kiai Mukhtar, Ki Bagus Hadikusumo, Kiai Haji Fakhruddin, beserta pengurus Muhammadiyah lainnya kemudian mengadakan pertemuan dengan K.H  Ahmad Dahlan didampingi Siti Walidah di kediaman mereka.
Maka Pada tahun 1917 atas usul Haji Fakhruddin, dipilih lah nama perkumpulan Sopo Tresno menjadi berganti nama Aisyiyah.
 
Maka sejak itu dengan berdirinya Aisyiyah para perempuan menjadi lebih terangkat derajatnya dan memiliki peran dan kesamaan dalam peran di masyarakat serta mendapatkan tempat untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya agar bisa ikut serta menjadi bagian untuk mengembangkan Agama Islam tanpa meninggalkan peran sebagai seorang ibu, istri dan peran sebagai pengurus rumah tangga. (djl) 
 
 
 
 
 
 
 
Kategori :