Mengurai Penilaian Kesesuaian ISPO dengan EUDR

Sabtu 09-12-2023,01:00 WIB
Reporter : editor5131radarseluma2
Editor : editor5131radarseluma2

BACA JUGA:Teknologi Otomotif Terdepan Bugatti Chiron Kendaraan Super Sport Mewah Megah dan Jumlah Terbatas

mungkin nanti bisa kita dorong untuk melakukan legalisasi aset terhadap lokasi lokasi kebun sawit tersebut yang luasnya 5 – 25 ha, sesuai dengan peraturan kementerian”.

 

 

 

Kompabilitas Sistem Sertifikasi ISPO dan EUDR

 

Permasalahan utama pada kesesuaian penilaian ISPO dengan EUDR adalah terkait definisi hutan, cutoff date, dan treacebility. Hendi Hidayat, perwakilan Sinar Mas Agro Resources and Technology (SMART) mengungkapkan bahwa definisi hutan masing masing sertifikasi berbeda, “Pada ISPO definisi hutannya adalah hutan primer, berbeda dengan EUDR”. Selain itu ia juga menambahkan persoalan terkait cutoff date “Cutoff date dari EUDR 2025, sedangkan ISPO saya kira ga ada”. Cutoff date sangat penting, sehingga dapat dipastikan apakah pembukaan perkebunan setelah cutt off date atau sebelum. Pada kesempatan yang sama, Rully Amrullah, EU Delegation for Indonesia mengatakan “masih memungkinkan pencampuran produk yang bersertifikat ISPO dan non ISPO pada setiap tahapannya”, padahal mayoritas produk kelapa sawit yang diproduksi oleh Indonesia merupakan hasil campuran antara yang memiliki sertifikat ISPO dan tidak “mayoritas produk kelapa sawit kita, mungkin lebih dari 90% mencampur buah yang sudah jelas asal usulnya dengan buah yang masih harus ditelusuri lagi, sehingga memang mayoritas pabrik kelapa sawit tidak bisa mengirimkan produk ke Eropa” ujar Direktur PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk, Agus Purnomo.

 

 

 

Rekomendasi Kebijakan

 

Untuk Pemerintah Indonesia: Emilia H Elisa, perwakilan divisi Amerop Kementerian Luar Negeri Indonesia merekomendasikan bahwa “harus ada dukungan dari atas untuk mengatasi dan memperkuat kedudukan RAN KSB”. Penguatan kebijakan tersebut mampu mengatasi berbagai permasalahan yang muncul terkait implementasi ISPO. Selain dukungan kebijakan, metodologi yang digunakan juga harus cepat ditetapkan, seperti yang disampaikan oleh Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad “kita harus putuskan metodologi tracebility yang sesuai dengan kondisi di Indonesia”. Tauhid juga menambahkan bahwa meski posisi Indonesia menolak EUDR, kita harus tetap menyiapkan dan melakukan percepatan perbaikan ISPO. Dr. Sc. Agr. Sunny W.H. Reetz - Executive Director of YEIBHI menyampaikan alternatif lain bagi Indonesia terkait hal ini. Beliau menyatakan bahwa “hilirisasi mampu menyelamatkan kita”. hilirisasi industri sawit mampu dijadikan sebagai alternatif dalam mengurangi dampak negatif EUDR. Terlebih rencana tersebut sudah mulai dilakukan oleh Bappenas, seperti yang dikatakan oleh Aldo Manullang, sebagai perwakilan Bappenas, bahwa “Bappenas berperan dalam menyusun RPJMN dan memasukan hilirisasi sawit sebagai prioritas”.

 

Untuk Joint Task Force: JTF memiliki peran penting dalam menyelesaikan ketidaksesuaian kebijakan EUDR bagi para negara produsen. Emilia H Elisa, perwakilan divisi Amerop Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan “Joint Task Force menjadi platform krusial bagi karena menjadi platform bagi Pemerintah Indonesia untuk meminta mutual recognition”. Beliau menambahkan “kami berharap poin poin penting yang ada pada ISPO untuk dibawa ke JTF, khususnya pada komoditas kelapa sawit”.

Kategori :