SELUMA -Masyarakat Kelurahan Babatan, Kecamatan Sukaraja masih mempertanyakan keberadaan pabrik sawit yang akan beroperasi di Kelurahannya, pasalnya dikatakan Julian Riswanto (37) bahwa pabrik tersebut berada ditengah pemukiman bukan berjarak dari pemukiman.
" Saya sudah bertemu kepada pihak pabrik tersebut, kata mereka semua izin sudah lengkap beserta dengan izin lingkungan, yang kami pertanyakan apakah benar semuanya sudah sesuai prosedur, kalau belum kami tidak akan menerima keberadaan tersebut. Dan juga keberadaan pabrik tersebut berada di tengah pemukiman boleh dicek langsung " kata Juli.
Ditambahkannya, pastinya pabrik tersebut akan menghasilkan asap akan memproduksi polutan seperti nitrogen oksida, sulfur dioksida, dan hidrokarbon. Bahan kimia ini bereaksi dengan sinar matahari untuk menghasilkan kabut asap, kabut tebal atau kabut polusi udara.
Selain itu, Peraturan Menteri Perindustrian No. 40 Tahun 2016 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri yang menyatakan jika jarak permukiman dengan kawasan industri adalah 2 km. Hal ini bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada para pekerja agar mengurangi kepadatan lalu lintas, mengurangi dampak polutan, dan limbah yang membahayakan bagi masyarakat.
"Dampak negatif yang ditimbulkan limbah kelapa sawit sangat merugikan dan menjadi masalah bagi lingkungan sekitar bila tidak diolah kembali. Salah satunya adalah munculnya serangga, bau yang sangat menyengat sehingga dapat menimbulkan penyakit dan tidak indah untuk dipandang.Keputusan pemerintah mengeluarkan limbah penyulingan kelapa sawit atau spent bleaching earth (SBE) dari kategori bahan berbahaya dan beracun (B3) dikritik pegiat lingkungan hidup karena disebut mengorbankan hak masyarakat dan lingkungan hidup" jelas Juli.