Adat dan kebudayaan serawai dijaga oleh nenek moyang dalam titisan sanksi dan denda adat yang telah diwariskan. Untuk menjaga kelestarian adat serawai, oleh pemangku adat dari desa hingga ke kabupaten ada peraturan yang tidak tersurat, namun tersirat didalam pengetahuan dari pemangku adat masing masing desa yang secara umum mempunyai kesamaan dan kemiripan dari berbagai segi seperti proses pengambilan keputusan untuk menjatuhkan sanksi atau denda bagi pelanggar peraturan adat setempat.
BACA JUGA:Bengkulu Hebat Dalam Pers, Tiap Kabupaten Kota Ada Media Cetak dan Onlinenya
Pelanggar adat hanya bisa dijatuhi sanksi atau denda di daerah atau desa dimana aturan adat itu dilanggar, walaupun pelakunya orang dari daerah atau desa lain. Dimana adat itu dilanggar disitu pula sanksi atau denda dijatuhkan. Aturan adat secara tersirat yang berlaku di bumi serawai secara umum ada tiga tingkatan yaitu sanksi ringan, sedang dan berat. Pelanggaran ringan Sanksi atau denda atau hukum yang ringan dijatuhi atau diberikan kepada pelanggar aturan adat yang ringan seperti kenakalan remaja, mencolek lawan jenis (cepalo tangan) mengatai orang (cepalo mulut), dan berkelahi sampai tingkatan temaja. Pelanggaran seperti ini tidak semuanya diselesaikan di depan pemangku adat, bisa juga didamaikan oleh para tokoh masyarakat setempat ataupun sidang RT. Jika tidak selesai, maka bisa dibawa ke sidng adat untuk didamaikan. Peseteru cukup didamaikan saja dan saling bermaaf maafan, serta saling berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan tercela tersebut. Kemudian didalam perjanjian secara lisan tersebut dengan saksi kedua belah pihak dan tetua setempat jika mengulangi lagi maka dapat dijatuhi sanksi atau denda adat.
BACA JUGA:Muhammadiyah Seluma Ikut Pusat, Idul Adha Lebih Dulu Pelanggaran sedang Pada pelanggaran adat sedang, sanksi atau denda yang dijatuhi hukuman pagi pelanggar yang paling populer adalah jambar. Beberapa pelanggar aturan atau norma adat yang lazim kikenai sanksi jambar oleh pemangku adat setempat antara lain. Dalam sidang adat, tingkat pelanggar norma adat sedang selalu dijatuhi sanksi atau denda adat atau dalam bahasa serawai sering disebut tedendo atau tejambar. Tejambar adalah denda atau hukuman bagi pelanggar norma asusila. Dalam konteks pelanggar norma asusila yang dimaksud adalah seperti seorang pria beristri meraba ataupun meremas dengan sengaja bagian dari tubuh wanita (payudara) bersuami/lajang walaupun hanya iseng karena tergiur dengan bentuk lekuk tubuh wanita tersebut, baik terjadi di depan umum maupun ditempat tertutup. Jika wanita itu tidak suka atau tidak senang ataupun tidak nyaman, kemudian hal tersebut diceritakan ke keluaraganya seperti suami, orang tua, dan membawa persoalan atau pengalaman yang menimpanya ke pengurus adat. Maka pemangku adat memanggil kedua belah pihak untuk dilaksanakan sidang adat, hukumannya adalah denda jambar (tejambar). Kemudian mengatai orang secara berlebihan di depan umum seperti mengatai seorang wanita baik baik sebagai wanita panggilan (maaf lonte). Wanita dan keluarga yang dikatai tidak terima dan melapor ke adat, maka sidang adat dapat memutuskan denda jambar disertai dengan perjanjian hal tersebutvtidak terulang lagi. **