Hijrah Nabi SAW: Langkah Spiritual dan Strategis Menuju Terbentuknya Peradaban Islam
Radarseluma.disway.id - Hijrah Nabi SAW: Langkah Spiritual dan Strategis Menuju Terbentuknya Peradaban Islam--
Reporter: Juli Irawan
Radarseluma.disway.id - Hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah bukan sekadar peristiwa perpindahan geografis semata, tetapi merupakan peristiwa monumental yang menandai dimulainya fase baru dalam perjalanan dakwah Islam. Peristiwa ini tidak hanya sarat nilai spiritual, tetapi juga mencerminkan strategi luar biasa dalam membentuk peradaban Islam yang kokoh. Dalam konteks ini, hijrah merupakan simbol transformasi dan pembaruan yang membawa umat dari kegelapan menuju cahaya, dari penindasan menuju kebebasan, dan dari individualisme menuju komunitas yang berkeadaban.
Bulan Muharam yang menjadi awal tahun dalam kalender Hijriyah menjadi momen penting untuk merenungi kembali nilai-nilai agung di balik hijrah tersebut. Dalam sejarah Islam, hijrah merupakan titik balik kebangkitan umat, dan karenanya layak dijadikan refleksi bagi setiap Muslim dalam menjalani kehidupan dengan tujuan yang lebih tinggi dan bermakna
Makna Spiritual Hijrah
Secara etimologis, hijrah berasal dari kata hajara–yahjuru, yang berarti meninggalkan, memutuskan, atau berpindah. Namun dalam konteks hijrah Nabi SAW, makna tersebut menjadi lebih dalam. Hijrah adalah bentuk totalitas pengabdian kepada Allah dengan meninggalkan segala bentuk kekufuran, kezaliman, dan penindasan menuju wilayah di mana Islam bisa ditegakkan dengan aman dan damai.
Allah SWT berfirman:
وَمَن يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً ۚ
Artinya: “Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapati di bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak.” (QS. An-Nisa: 100)
Ayat ini menunjukkan bahwa hijrah bukan sekadar meninggalkan tempat lama, tetapi merupakan bentuk perjuangan di jalan Allah yang akan mendatangkan pertolongan dan keberkahan. Dalam konteks kekinian, makna hijrah dapat dimaknai sebagai perpindahan menuju kehidupan yang lebih baik, menjauhi maksiat, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
BACA JUGA:1 Muharam: Momentum Hijrah Menuju Hidup yang Lebih Baik dan Bermakna
Dimensi Strategis Hijrah
Hijrah Nabi SAW adalah bentuk manuver strategis dalam menghadapi stagnasi dakwah di Makkah. Setelah lebih dari satu dekade menghadapi penolakan, penganiayaan, dan intimidasi dari kaum Quraisy, Nabi SAW memilih untuk membangun basis baru di Yatsrib (yang kemudian dikenal sebagai Madinah). Keputusan ini bukan keputusan reaktif, melainkan hasil dari perencanaan matang dan petunjuk wahyu.
Strategi hijrah mencakup beberapa aspek penting:
1. Persiapan matang dan rahasia: Nabi SAW menyusun strategi logistik dan rute perjalanan yang aman bersama Abu Bakar RA.
2. Jaringan dukungan: Nabi telah membangun komunikasi dengan penduduk Madinah melalui Bai’at Aqabah I dan II.
3. Membangun masyarakat plural: Di Madinah, Nabi SAW merancang Piagam Madinah sebagai fondasi masyarakat multikultural yang damai.
Dalam hadits disebutkan:
لَا هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ، وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ، وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا
Artinya: “Tidak ada hijrah setelah Fathu Makkah, tetapi yang ada adalah jihad dan niat. Maka jika kalian diminta untuk berangkat (berjihad), berangkatlah kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini mengisyaratkan bahwa makna hijrah berubah setelah Fathu Makkah, menjadi bentuk jihad dan pembaruan niat dalam setiap amal.
BACA JUGA:Menyambut Tahun Baru Hijriyah: Saat yang Tepat untuk Muhasabah Diri dan Hijrah Menuju Kebaikan
Hijrah sebagai Titik Awal Peradaban
Setibanya di Madinah, Nabi SAW segera memulai proses membangun masyarakat Islam yang inklusif dan adil. Masjid menjadi pusat kegiatan spiritual dan sosial. Ukhuwah (persaudaraan) antara kaum Muhajirin dan Anshar menjadi landasan solidaritas sosial. Sementara Piagam Madinah menjadi dokumen konstitusional pertama yang menjamin hak-hak semua warga, termasuk non-Muslim.
Langkah-langkah tersebut menunjukkan bahwa hijrah bukanlah pelarian, tetapi peralihan menuju penciptaan tatanan sosial baru yang berkeadaban.
Hijrah adalah awal dari transformasi dakwah yang sebelumnya bersifat sembunyi-sembunyi menjadi terbuka dan terorganisir. Di Madinah pula syariat Islam mulai ditegakkan secara utuh, termasuk dalam aspek muamalah, hukum, dan politik.
Relevansi Hijrah dalam Kehidupan Modern
Spirit hijrah tetap relevan hingga kini. Setiap Muslim dituntut untuk senantiasa melakukan hijrah secara batiniah—berpindah dari kebodohan menuju ilmu, dari kemalasan menuju produktivitas, dari kemaksiatan menuju ketaatan.
Rasulullah SAW bersabda:
الْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
Artinya: “Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.” (HR. Bukhari)
Hadits ini menekankan bahwa hijrah sejati adalah transformasi perilaku dan orientasi hidup. Dalam kehidupan modern yang penuh godaan dan tantangan, semangat hijrah menjadi sangat penting dalam menata kembali niat dan langkah menuju ridha Allah.
Dari penjelasan diatas maka dapatlah kita simpulkan bahwa Hijrah Nabi SAW adalah peristiwa agung yang tidak hanya mengubah arah sejarah Islam, tetapi juga menyimpan pelajaran spiritual dan strategi kehidupan yang luar biasa. Hijrah mengajarkan tentang keteguhan iman, keikhlasan berjuang, kecermatan dalam merancang masa depan, serta pentingnya membangun masyarakat yang adil dan damai.
Setiap pergantian tahun Hijriyah seharusnya menjadi momen muhasabah dan hijrah batiniah bagi setiap Muslim. Mari kita jadikan spirit hijrah sebagai motivasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik, umat yang lebih kuat, dan masyarakat yang lebih beradab.
Hijrah bukan hanya bagian dari sejarah Islam, tetapi juga warisan nilai yang harus terus dihidupkan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui semangat hijrah, kita diajak untuk tidak stagnan, tetapi terus bergerak menuju kebaikan dan kedekatan kepada Allah SWT. Marilah kita mulai tahun baru Hijriyah ini dengan tekad untuk berhijrah—meninggalkan kemaksiatan dan memantapkan diri dalam keimanan. (djl)
Sumber: