Hikmah dari Diam: Menghindari Perkataan Sia-sia di Bulan Dzulqa’dah

Hikmah dari Diam: Menghindari Perkataan Sia-sia di Bulan Dzulqa’dah

Radarseluma.disway.id - Hikmah dari Diam: Menghindari Perkataan Sia-sia di Bulan Dzulqa’dah--

Reporter: Juli Irawan

Radarseluma.disway.id - Bulan Dzulqa’dah merupakan satu dari empat bulan haram (suci) yang dimuliakan oleh Allah Swt. Dalam bulan ini, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak amal saleh dan menjauhi perbuatan maksiat, termasuk menjaga lisan dari perkataan sia-sia. Dalam kehidupan sehari-hari, lisan memiliki peran yang besar, bahkan bisa menjadi sebab seseorang mulia atau justru celaka. Oleh karena itu, diam dalam konteks menahan diri dari perkataan buruk dan tidak bermanfaat merupakan bagian dari kebijaksanaan dan bentuk ketakwaan, terlebih di bulan yang penuh kehormatan ini.

Menjaga Lisan dalam Perspektif Islam

Islam sangat memperhatikan etika berbicara. Lisan yang dibiarkan tanpa kendali bisa menjadi sumber dosa yang besar. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Isra ayat 36 yang mana berbunyi: 

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

Artinya: "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya." (QS. Al-Isra: 36)

Ayat ini menegaskan bahwa setiap ucapan yang keluar dari mulut seseorang harus didasarkan pada ilmu dan kebenaran. Berbicara tanpa landasan bisa menyebabkan fitnah, hoaks, bahkan kerusakan sosial. Maka diam lebih utama daripada berkata tanpa manfaat.

BACA JUGA:Merenungi Nama-Nama Allah (Asmaul Husna) di Bulan Suci

Keutamaan Diam dalam Hadits Nabi

Rasulullah Saw memberikan banyak nasihat tentang menjaga lisan dan pentingnya diam. Salah satu Hadits yang sangat terkenal yang di riwayatkan oleh Hadits Bukhari dan Muslim yang mana berbunyi: 

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ، فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

Artinya: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa berbicara itu harus mengandung kebaikan. Jika tidak, maka lebih baik diam. Sikap ini menjadi bentuk dari iman yang sejati. Imam Syafi’i Rahimahullah berkata, “Jika seseorang ingin berbicara, maka hendaklah ia berpikir. Jika apa yang hendak dikatakan itu benar dan bermanfaat, maka bicaralah. Jika tidak, maka diam lebih utama.”

BACA JUGA:Tiga Amalan Kunci: Dzikir, Tilawah, dan Sedekah di Bulan Dzulqa’dah

Bulan Dzulqa’dah: Saatnya Menahan Diri dan Lisan

Sebagai salah satu bulan haram, Dzulqa’dah memiliki kedudukan istimewa. Allah Swt berfirman dalam Al-Qur'an Surat At-taubah ayat 36 yang mana berbunyi: 

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ

Artinya: "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan-bulan itu." (QS. At-Taubah: 36)

Dalam tafsirnya, para ulama menyatakan bahwa “janganlah kamu menganiaya dirimu” mencakup seluruh bentuk kezaliman, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, termasuk kezaliman lisan seperti ghibah, fitnah, makian, atau berkata sia-sia. Maka menjaga lisan menjadi kewajiban yang semakin ditekankan di bulan ini.

Perkataan Sia-sia: Bahaya yang Sering Dianggap Remeh

Dalam dunia digital dan sosial media saat ini, manusia semakin mudah mengeluarkan perkataan, komentar, dan opini tanpa pertimbangan matang. Padahal Rasulullah Saw pernah bersabda dalam sebuah Hadits yang di riwayatkan oleh Hadits Bukhari dan Muslim yang mana berbunyi: 

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ لاَ يَتَبَيَّنُ فِيهَا، يَزِلُّ بِهَا إِلَى النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ الْمَشْرِقِ

Artinya: "Sesungguhnya seseorang mengucapkan satu kalimat tanpa ia pikirkan bahayanya, maka karena itu ia tergelincir ke dalam neraka lebih jauh daripada jarak antara timur dan barat."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Perkataan sia-sia tidak hanya membuat waktu terbuang, tapi bisa menjatuhkan kehormatan orang lain, menyulut konflik, bahkan mengundang dosa besar. Maka diam dalam kondisi seperti itu adalah bentuk kehati-hatian dan kecerdasan spiritual.

Diam Bukan Berarti Pasif

Perlu digarisbawahi bahwa diam yang dimaksud bukan berarti sikap pasif atau apatis terhadap kebenaran. Islam mendorong umatnya untuk aktif dalam kebaikan dan menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Namun, berbicara yang benar dan diam dari hal sia-sia adalah bentuk keseimbangan.

Diam menjadi ibadah ketika niatnya untuk menjaga diri dari dosa. Bahkan dalam riwayat disebutkan dalam Hadits yang di riwayatkan oleh Hadits Baihaqi yang berbunyi: 

الصَّمْتُ حِكْمَةٌ وَقَلِيلٌ فَاعِلُهُ

Artinya: "Diam adalah kebijaksanaan, dan sedikit orang yang melakukannya."
(HR. Baihaqi)

BACA JUGA:Bersikap Lembut dan Pemaaf: Akhlak Mulia yang Diperkuat di Bulan Dzulqa'dah Ini

Dari penjelasan di atas maka dapat kita simpulkan bahwa Bulan Dzulqa’dah adalah momentum untuk menata diri, termasuk menjaga lisan dari perkataan yang tidak perlu. Diam dari ucapan yang tidak bermanfaat adalah bentuk hikmah dan ketakwaan. Dalam bulan suci ini, mari kita jadikan lisan sebagai alat kebaikan, bukan sarana menyakiti atau menyebarkan keburukan.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang di riwayatkan oleh Hadits Bukhari dan Muslim yang berbunyi: 

إِنَّ اللّهَ كَرِهَ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ، وَإِضَاعَةَ الْمَالِ

Artinya: "Sesungguhnya Allah membenci bagimu berkata-kata yang sia-sia, banyak bertanya yang tidak bermanfaat, dan menyia-nyiakan harta." (HR. Bukhari dan Muslim)

Semoga kita mampu memanfaatkan bulan Dzulqa’dah dengan memperbaiki diri, menjaga hati dan lisan, serta memperbanyak amal saleh yang diridhai Allah SWT. (djl)

Sumber:

Berita Terkait