Pakaian Adat Rejang: Warisan Leluhur yang Sarat Filosofi, Identitas, dan Nilai Moral

• Dihiasi dengan kain sarung songket atau tenun yang dililitkan hingga ke bawah.

• Aksesori berupa kalung, gelang, dan hiasan kepala yang disebut siger atau mahkota kecil.

• Warna pakaian biasanya cerah, seperti merah, kuning keemasan, atau hijau, melambangkan kemakmuran dan kebahagiaan.

Ciri khas utama pakaian adat Rejang terletak pada penggunaan songket Rejang, kain hasil tenun tradisional yang motifnya sarat makna. Motif-motif pada songket biasanya berupa flora, fauna, dan simbol-simbol kosmis yang mencerminkan pandangan hidup masyarakat Rejang yang selaras dengan alam.

Makna Filosofis Pakaian Adat Rejang

Pakaian adat Rejang bukan sekadar estetika, tetapi sarat dengan filosofi:

• Warna Merah: melambangkan keberanian, semangat juang, dan vitalitas kehidupan.

• Warna Kuning Keemasan: menggambarkan kejayaan, kemuliaan, serta harapan akan kesejahteraan.

• Warna Hijau: identik dengan kesuburan, kesejukan, dan kehidupan yang harmonis.

• Motif Flora dan Fauna: mengandung pesan agar manusia selalu menjaga keseimbangan dengan alam sekitar.

Selain itu, penggunaan mahkota atau siger bagi perempuan memiliki makna bahwa perempuan Rejang adalah tiang utama keluarga yang harus dijaga kehormatannya. Sementara destar pada laki-laki melambangkan kepemimpinan dan tanggung jawab moral seorang pria dalam rumah tangga dan masyarakat.

BACA JUGA:Pakaian Adat Pengantin Rejang: Warisan Leluhur yang Tetap Hidup di Setiap Resepsi Pernikahan

Pesan Moral dari Pakaian Adat Rejang

Ada beberapa pesan moral yang diwariskan melalui pakaian adat Rejang, antara lain:

1. Menjaga Jati Diri dan Identitas

Pakaian adat mengajarkan generasi muda Rejang agar tidak melupakan akar budaya mereka di tengah arus modernisasi.

2. Kebersamaan dan Gotong Royong

Sumber: