Bareskrim Polri Tetapkan 9 Tersangka dalam Kasus Pagar Laut Bekasi, Ini Kronologi dan Fakta Lengkapnya

PAGAR LAUT--
Bekasi – Bareskrim Polri akhirnya menetapkan sembilan tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen sertifikat tanah yang berkaitan dengan pembangunan pagar laut di wilayah Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi. Penetapan tersangka ini menjadi sorotan publik karena melibatkan aparat desa, pegawai pemerintahan, dan anggota tim pelaksana program PTSL.
Kasus ini berawal dari laporan yang disampaikan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) kepada pihak kepolisian. Laporan tersebut menyebutkan adanya kejanggalan dalam kepemilikan sertifikat tanah yang berada di atas perairan laut.
Penyelidikan resmi oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri dimulai setelah menerima laporan pada awal 2024. Penelusuran awal menemukan dugaan pemalsuan pada puluhan sertifikat hak milik (SHM) yang terbit melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Kejanggalan muncul ketika lokasi tanah yang sebelumnya terdaftar di darat tiba-tiba bergeser menjadi berada di wilayah laut.
Pada tanggal 20 Maret 2025, Bareskrim Polri melakukan gelar perkara dan secara resmi menetapkan 9 orang sebagai tersangka. Mereka terdiri dari:
-
Kepala Desa Segarajaya aktif
-
Mantan Kepala Desa Segarajaya
-
Staf desa
-
Anggota tim PTSL
-
Warga sipil yang diduga terlibat dalam pemalsuan dokumen
Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menyebutkan penetapan tersangka dilakukan pihaknya setelah melakukan gelar perkara pada Kamis, 20 Maret 2025.
"Dari hasil gelar perkara yang dihadiri oleh penyidik, kemudian dari wasidik, kemudian dari penyidik madya, kita sepakat menetapkan sembilan orang tersangka," kata Djuhandhani kepada wartawan di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (10/5/2025).
Penyidik Bareskrim Polri mengungkap bahwa para tersangka diduga kuat telah mengubah data-data penting dalam sertifikat. Di antaranya adalah:
-
Nama pemegang hak atas tanah
-
Luas tanah
-
Lokasi tanah (yang sebelumnya daratan diubah menjadi area laut)
Perubahan data ini dimanfaatkan untuk menerbitkan sertifikat palsu dengan luas yang lebih besar dari aslinya dan berada di lokasi yang tidak seharusnya, yaitu kawasan perairan yang seharusnya tidak bisa dimiliki individu atau korporasi secara pribadi.
dia mengatakan para tersangka akan menjalani pemeriksaan. Keterangan mereka untuk melengkapi berkas perkara kasus itu.
"Selanjutnya, penyidik akan melaksanakan upaya-upaya paksa yaitu dengan pemanggilan, pemeriksaan dan lain sebagainya, secepatnya agar segera dapat kita berkas dan untuk selanjutnya kami teruskan ke JPU," tutur dia.
Sebagai informasi, pada perkara ini polisi menemukan adanya 93 SHM yang dipalsukan di pagar laut Bekasi. Sertifikat tanah itu digadaikan kepada bank swasta.
"Betul, 93 sertifikat yang dipindahkan. Jadi seperti kami sampaikan dulu bahwa ini adalah objek yang dipindah, dimana sertifikatnya adalah sertifikat di darat kemudian dirubah subjek maupun objeknya, dipindah ke laut dengan luasan yang lebih luas lagi," pungkas dia.
Kasus pagar laut Bekasi menjadi perhatian nasional karena menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem pertanahan yang seharusnya sudah terintegrasi dan transparan. Program PTSL sendiri merupakan program strategis nasional yang bertujuan untuk mempercepat legalisasi aset masyarakat. Namun, praktik-praktik kecurangan seperti ini justru mencoreng tujuan mulia program tersebut.
Menteri ATR/BPN sebelumnya juga menyampaikan bahwa sertifikat palsu yang terbit di wilayah perairan merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hukum yang serius. Pemerintah berharap penindakan tegas dari aparat kepolisian dapat menjadi contoh agar tidak ada lagi praktik serupa di daerah lain.
Hingga saat ini, penyidik telah memeriksa lebih dari 40 saksi dari berbagai pihak, termasuk pejabat desa, warga, petugas ATR/BPN, serta pihak swasta. Selain itu, barang bukti berupa dokumen sertifikat, peta lokasi, hingga hasil uji laboratorium forensik juga telah dikumpulkan.
Dari hasil forensik, ditemukan adanya ketidaksesuaian antara data dalam sertifikat dengan kondisi geografis di lapangan. Beberapa dokumen bahkan menunjukkan indikasi manipulasi digital sebelum dicetak dan didaftarkan secara ilegal.
Kesembilan tersangka saat ini dijerat dengan pasal-pasal berlapis, termasuk:
-
Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat
-
Pasal 266 KUHP tentang memberikan keterangan palsu ke pejabat berwenang
-
Pasal 55 dan 56 KUHP tentang turut serta dalam tindak pidana
Jika terbukti bersalah, para tersangka terancam hukuman pidana penjara maksimal 6 tahun atau lebih, tergantung dari peran masing-masing dalam skema kejahatan ini.
Masyarakat Desa Segarajaya menyambut baik langkah tegas yang dilakukan oleh Bareskrim Polri. Banyak warga yang mengaku khawatir dengan maraknya praktik mafia tanah yang bisa berdampak pada hak kepemilikan mereka. Pemerintah Kabupaten Bekasi juga telah menginstruksikan audit internal terhadap semua dokumen pertanahan yang dikeluarkan dalam kurun waktu yang sama.
Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga dikabarkan ikut memantau perkembangan kasus ini karena diduga berpotensi berkaitan dengan korupsi jabatan dan penyalahgunaan kewenangan.
Sebagai langkah lanjutan, ATR/BPN bersama kepolisian berencana untuk memperkuat sistem digitalisasi pertanahan. Dengan sistem yang lebih transparan dan terintegrasi secara nasional, diharapkan manipulasi data pertanahan dapat dicegah lebih awal. Pelatihan dan pengawasan ketat terhadap program PTSL juga akan ditingkatkan.
Selain itu, pemerintah akan membuka kanal pengaduan masyarakat yang lebih mudah diakses, agar warga bisa langsung melapor jika menemukan indikasi kecurangan di wilayah mereka.
Kasus pemalsuan sertifikat dalam proyek pagar laut di Bekasi menjadi pelajaran penting mengenai pentingnya integritas dalam program strategis nasional seperti PTSL. Dengan penetapan 9 tersangka oleh Bareskrim Polri, diharapkan keadilan dapat ditegakkan dan praktik mafia tanah bisa diberantas hingga ke akar.
Bareskrim Polri menunjukkan komitmennya dalam menegakkan hukum dan melindungi hak tanah masyarakat. Pemerintah pusat dan daerah pun harus memperkuat pengawasan untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang di wilayah lain.
Sumber: