Meneladani Perjuangan dan Kesetiaan Nyai Ahmad Dahlan Part 2

Meneladani Perjuangan dan Kesetiaan Nyai Ahmad Dahlan Part 2

Kajian Islam.. Siti Walidah Istri Pendiri Muhammadiyah Ahmad Dahlan pelopor organisasi perempuan yaitu Aisyiyah --

Kajian Islam. Radar Seluma. Disway.id - Setelah berdiri secara resmi Aisyiyah bersama Sang suami K H Ahmad Dahlan Siti Walidah berperan aktif dalam organisasi Aisyiyah untuk memberdayakan perempuan Muhammadiyah.
Maka melalui 'Aisyiyah, Nyai Dahlan mendorong perempuan untuk melakukan aktivitas di luar rumah, sekolah, dan berkegiatan seperti laki-laki, termasuk bekerja.
 
Nyai Ahmad Dahlan bahkan mengajarkan anak-anak perempuan kala itu memakai sarung dan naik sepeda. Meski hal macam itu terlihat sederhana, tetapi dalam konteks masa itu, apa yang dilakukan Kyai Dahlan sangatlah progresif demi mendorong perempuan berkiprah di luar rumah.
 
Di tengah perjuangannya memuliakan perempuan, Nyai Ahmad Dahlan mendapat ujian kesetiaan. 
Suaminya melakukan praktik poligami dengan alasan dakwah. K.H. Ahmad Dahlan menikahi tiga perempuan yaitu Ray Soetidjah Windya Ningrum atau Nyai Abdullah dari internal Keraton, Nyai Rum (putri tokoh pesantren Krapyak), dan Nyai Aisyah (putri penghulu bangsawan Cianjur).
 
 
K.H. Ahmad Dahlan menikahi mereka dengan alasan tertentu Nyai Abdullah adalah janda muda berumur 16 tahun yang diserahkan Keraton Yogyakarta untuk K H Ahmad Dahlan. 
Sebagai abdi dalem, K. H Ahmad Dahlan manut atas tawaran itu. 
Pernikahan dengan Nyai Rum berlangsung dalam motif "dakwah". Sementara dengan Nyai Aisyah, yang berusia 15 tahun, sang mertua menginginkan ada "keturunan dari K. H Ahmad Dahlan" di Cianjur.
 
K. H Ahmad Dahlan memahami bahwa praktik poligami yang dilakoninya menyakiti Nyai Walidah. 
Untuk menjaga perasaan istrinya, K. H Ahmad Dahlan tak menempatkan istri-istrinya dalam satu kampung, apalagi satu rumah. Nyai Abdullah menetap di Namburan, Nyai Rum tinggal di Krapyak, dan Nyai Aisyah di Cianjur.
 
 
Kendati demikian, kebesaran hati Nyai Ahmad Dahlan adalah telaga Surga bsginya ia dengan tulus dan ikhlas merawat anak tirinya dengan alasan ibu mereka masih dianggap terlalu muda.
 
Dari perkawinan poligami, K. H Ahmad Dahlan dikaruniai dua anak, masing-masing dari Nyai Abdullah dan Nyai Aisyah. dan Nyai Dahlan sangat perhatian kepada anak tirinya, sampai-sampai anak-anak itu tak tahu kalau Nyai Dahlan bukan ibu kandung.
 
Nyai Dahlan dikenal tegas dalam mendidik anak-anaknya, terutama soal beribadah, pernah satu kali, salah satu anaknya, R. Dhuri yang memiliki minat di bidang musik, sedang asyik bermain biola hingga lupa shalat. Nyai Dahlan menegur tetapi tak diindahkan. 
Tanpa kompromi, Nyai Dahlan mengambil biola dan membuangnya ke dalam tungku api.
 
 
Suatu ketika Siti Djuwariyah, pernah menerima pesan langsung dari Nyai Dahlan: “Sesungguhnya ada dua penyakit yang tidak dapat disembuhkan kecuali oleh yang menderita penyakit sendiri. Kedua penyakit itu adalah kikir dan malas.”
 
Teladan Nyai Dahlan tak sampai di situ. Ia memahami dan melakoni pesan terakhir suaminya.
 
K. H Ahmad Dahlan, sebelum meninggal dunia pada tahun 1923, mengumpulkan istri, anak, dan cucu-cucunya. 
Kepada mereka, ia berpesan: “Aku titipkan Muhammadiyah kepadamu. Hidup-hidup lah Muhammadiyah dan jangan mencari penghidupan di Muhammadiyah."
 
Dalam satu peristiwa, tatkala Nyai Dahlan dirawat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah, ia menolak tawaran dari pihak rumah sakit yang ingin menggratiskan biaya pengobatannya. Alasannya, Nyai Dahlan ingat pesan terakhir suaminya.
 
 
Ia lantas pulang untuk mengambil uang dan membayar biaya rumah sakit. Namun, rupanya uang yang terkumpul tak mencukupi tagihan rumah sakit. Nyai Dahlan pun menyuruh salah satu anaknya menjual lemari untuk menutupi kekurangan biaya pengobatan.
 
Dan Nyai Ahmad Dahlan wafat pada 31 Mei 1946, dan Pemerintah Negara Republik Indonesia memberikannya gelar sebagai pahlawan Nasional atas jasa dan kiprah nya dalam perjuangan dalam menyebarkan dan pemikirannya terhadap Agama Islam bagi Tanah Air Indonesia.
 
Kiprah Nyai Dahlan tentu bisa terlihat dari warisan organisasi 'Aisyiyah. 
Kini 'Aisyiyah menjadi salah satu organisasi perempuan Muslim terbesar dengan mengusung program kerja yang tak pernah lepas dari akarnya mengangkat derajat kaum perempuan agar bermanfaat untuk masyarakat umum. (djl). Bersambung Part 3

Sumber: