Ramadhan Memupuk Sifat Ihsan Oleh Ustadz Supriandi Hartoyo.M.Pd
Reporter:
Radar Seluma|
Editor:
Radar Seluma|
Senin 25-03-2024,04:00 WIB
Kajian Islam. Ustadz Supriandi Hartoyo.M.Pd "Sekretaris Umum Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Seluma"--
Kajian Islam. Radar Seluma. Disway.id -Alhamdulillah, Sesungguhnya semua pujian hanyalah kepada Allah, yang kita selalu memuji-Nya, dan kita meminta tolong kepada-Nya, dan memohon ampun hanya pada-Nya, dan kita memohon perlindungan kepada-Nya dari keburukan dari diri kita, dan dari keburukan perbuatan kita.
Siapa saja yang Allah SWT beri petunjuk, maka tiada yang mampu menyesatkannya, dan siapa saja yang dibiarkan sesat (oleh Allah) maka tiada yang mampu menghalaginya.
Sholawat serta salam dipanjatkan untuk Nabi sebagai utusan paling mulia, Nabi dan kekasih kita Muhammad SAW yang Allah utus menjadi rahmat bagi semesta alam.
Semoga kita senantiasa istiqomah memegang teguh Syari’at yang telah dibawah olehnya sampai akhir hayat kita.
Dengan harapan di akhirat nanti kita diakui sebagai umat nya dan mendapatkan syafaatnya…Aamiin
Pembaca Radar Seluma. Disway.id dimanapun berada !
Puasa adalah proses pembentukan karakter manusia ideal. Manusia sebagai produk ciptaan Allah SWT yang terbaik Sebagaimana berfirman dalam Al-Qur'an Surat At -Tin ayat 4 berbunyi:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ
Artinya:
“Sungguh, Kami telah menciptakan Manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS. At-Tiin: 4).
Namun secara psikis manusia belum tentu bermental manusia, mereka bisa saja bermental hewan, binatang buas, dan Setan manakala memperturutkan hawa nafsu. Ekspektasi dari puasa adalah untuk mencapai taqwa sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an dalam Al-Baqarah ayat 183 yang berbunyi:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa" (QS Al-Baqarah 183)
Lalu bagaimana menggambarkan perilaku taqwa yang sebenarnya? Kalau merujuk Al-Qur'an (QS. al-Baqarah: 3-4), ciri orang yang bertakwa adalah orang yang percaya kepada ghaib, mendirikan shalat, menafkahkan sebagian hartanya, meyakini kitab Al-Qur'an dan kitab yang diturunkan sebelumnya, serta meyakini adanya akhirat.
Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 3-4 berbunyi:
الَّذِيۡنَ يُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡغَيۡبِ وَ يُقِيۡمُوۡنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقۡنٰهُمۡ يُنۡفِقُوۡنَۙ ٣
وَالَّذِيۡنَ يُؤۡمِنُوۡنَ بِمَۤا اُنۡزِلَ اِلَيۡكَ وَمَاۤ اُنۡزِلَ مِنۡ قَبۡلِكَۚ وَبِالۡاٰخِرَةِ هُمۡ يُوۡقِنُوۡنَؕ ٤
Artinya:
"Yaitu" mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan salat, dan menginfakkan1 sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka (3)
dan mereka beriman kepada (Alquran) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau,1 dan mereka yakin akan adanya akhirat" (QS Al-Baqarah 3-4)
Dalam sebuah Hadist dijabarkan olah Rasulullah SAW yang artinya:
“Ya Rasulullah beritahu kami tentang ikhsan, lalu Rasulullah saw menjawab:
hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Kalaupun engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim).
Artinya, seseorang melakukan ibadah dan amal kebaikan karena merasakan kehadiran Allah Swt dalam setiap sikap dan tindakannya, bukan karena ingin dipuji atau malu kepada manusia.
Ihsan adalah dimana seseorang selalu merasa di awasi oleh Allah SWT.
Karena itulah orang yang memiliki karakter ihsan senantiasa menjaga kualitas amalnya manakala tidak ada orang yang melihat.
Ia yakin bahwa Allah SWT Maha Mengawasi dan Maha Mengetahui dan meyakini dengan mantap bahwa Allah SWT tidak pernah lalai dan tidur, sehingga tidak pernah luput dari setiap apa yang dilakukan oleh makhluk.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surat An-Nisa ayat 1 berbunyi:
إنَّ اللهَ كان عَلَيْكُمْ رقيباً
Artinya:
“Sesungguhnya Allah Maha Mengawasi kamu sekalian” (QS An-nisa ayat 1)
Bukankah banyak sekali orang yang berbuat baik di depan Manusia hanya karena ingin dipuji? Ketika Shalat di depan orang begitu khusyuk,
Bacaan yang Sunah dalam Shalat dibaca hingga shalatnya begitu lama, lalu orang mengaguminya akan tetapi giliran sendiri, Shalatnya secepat kilat, bacaan yang dibaca hanya lafal yang wajib saja dalam shalat, yang lain lewat.
Demikian juga di saat bersedekah, dia bangga kalau namanya disebut dalam daftar penyumbang oleh panitia Masjid.
Banyak pula Manusia yang di depan orang banyak malu melakukan maksiat. Tapi saat tiada yang melihat, dia melakukannya.
Matanya nakal melirik ke kanan ke kiri melihat pemandangan yang tidak layak pandang, tangannya juga sangat ringan mengambil sesuatu yang bukan haknya. Kakinya begitu mudah melangkah ke tempat-tempat maksiat.
Begitulah, ibadah dan rasa malunya berbuat maksiat semata karena ingin menjaga nama baik di mata manusia.
Seseorang yang bersifat ihsan tidak begitu adanya.
Dia akan tetap istiqamah dalam semua situasi dan kondisi, baik ketika di depan Manusia maupun di belakangnya.
Dia melibatkan Allah SWT dalam detak kalbu, olah pikir, sikap, perkataan, dan perbuatannya.
Sesungguhnya shalatnya, ibadahnya, hidupnya, matinya, murni semata-mata karena Allah SWT sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-An’am ayat 162 berbunyi:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
Artinya:
"Katakanlah sesungguhnya Sholat ku, ibadahku, hidupku dan mati ku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam"
Ihsan adalah benteng yang tangguh untuk menepis maksiat.
Kalau seseorang benar telah mampu merasakan kehadiran Allah SWT dan oleh sebab itu dia tidak melakukan perilaku keji, itulah ihsan sebagai wujud taqwa yang sebenarnya.
Dengan ungkapan lain, ihsan adalah mengakui kebesaran dan keagungan Allah SWT dalam wujud sikap dan perbuatan yang nyata.
Puasa yang sedang kita jalani saat ini adalah media untuk memperkokoh karakter ihsan dalam diri seseorang. Puasa yang asal katanya dari "shama-yashumu" berarti menahan diri dari makan dan minum, serta hal-hal keji yang dapat mengurangi bahkan menghilangkan nilai pahala puasa. Menahan diri dari sikap dan perbuatan keji semaksimal mungkin, inilah cara yang digunakan untuk menumbuhkan dan memperkuat karakter ihsan.
Dalam puasa, kejujuran pada diri sendiri itu yang paling dituntut bagi semua orang yang menjalankannya.
Sebab kalau mau makan di siang hari, tidak ada yang melihat karena dia bisa saja makan di rumahnya.
Lantas karena sadar puasa dia menahan diri, selain itu kesabaran juga penting. Ketika ada seseorang yang memancing amarah, maka cepat-cepat ingat bahwa dia sedang berpuasa.
Seperti ditegaskan dalam satu Hadist, yang Artinya:
“Jika ada orang yang mencaci maki mu, atau mengajakmu berkelahi, maka katakan aku sedang puasa.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sikap dan perilaku menahan diri dari perbuatan keji dan munkar, awalnya memang bukan keinginan kita pribadi, tapi karena regulasi puasa.
Namun lambat-laun, sikap menahan diri ini akan menjadi sebuah kebiasaan bagi orang yang berpuasa, pada akhirnya diharapkan menjadi karakter yang melekat dalam dirinya.
Ketika seseorang sudah memiliki karakter ihsan, maka dia akan dapat mengelola batinnya sesuai dengan kehendak Ilahiyah, bukan hawa nafsu.
Satu contoh perilaku ihsan dapat dilihat dari kisah Nabi Yusuf AS.
Suatu saat beliau diajak berbuat tidak senonoh oleh Siti Zulaikha kemudian Nabi Yusuf AS menolak ajakan ini karena takut kepada Allah SWT.
Menurutnya lebih baik difitnah manusia dari pada kehilangan kasih sayang Allah SWT. Hal ini digambarkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an Surat Yusuf ayat 33-34 yang berbunyi:
قَالَ رَبِّ ٱلسِّجْنُ أَحَبُّ إِلَىَّ مِمَّا يَدْعُونَنِىٓ إِلَيْهِ ۖ وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّى كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُن مِّنَ ٱلْجَٰهِلِينَ(33)
فَٱسْتَجَابَ لَهُۥ رَبُّهُۥ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ(34)
Artinya:
“Yusuf berkata: ‘Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku.
Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh,
Maka Tuhannya memperkenankan doa Yusuf dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Yusuf: 33-34).
Sosok Nabi Yusuf AS sebagai sosok tangguh seperti inilah yang diharapkan, sebagaimana diserukan dalam Surah al-Baqarah ayat 183 di mana orang yang berpuasa menjadi lulusan Ramadhan yang mencapai level taqwa, yakni takwa yang ihsan.
Ketaqwaan yang tidak hanya tunduk dan baik di depan Manusia, tetapi ketaqwaan yang tidak mengenal waktu dan tempat, kapan dan di mana pun.
Di saat Negara ini carut-marut, kita sangat butuh orang-orang yang berkarakter ihsan, baik di eksekutif maupun legislatif.
Kekuasaan di tangan orang yang ihsan akan melahirkan kebijakan yang berorientasi pada persatuan dan kesatuan, kedamaian, kesejahteraan, serta pemenuhan kepentingan rakyat.
Semoga Ramadhan yang sedang kita jalani ini benar-benar mampu memupuk sifat ihsan yang ada dalam diri kita sehingga kita benar-benar menjadi insan yang senantiasa menghadirkan Allah SWT dalam setiap gerak kehidupan kita.
Semoga Allah memberkahi kita semua di bulan suci Ramadhan yang mulia ini. Akhirnya
Nashrumminallah wa Fathun Qarib. Fastabiqulkhairat
Wassalamu’alaikum Wr. Wb (djl)
Biodata:
Ustadz Supriandi Hartoyo.M.Pd
Sekretaris Umum Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Seluma
Alamat Kelurahan Puguk Kecamatan Seluma Utara.
Sumber: