Meninjau Perlindungan Hukum Internasional Terhadap Tenaga kerja Wanita dan anak

Meninjau Perlindungan Hukum Internasional Terhadap Tenaga kerja Wanita dan anak

Oleh : Nia Rostanita

Mahasiswa dari Fakultas Syariah prodi HTN UIN FATMAWATI SOEKARNO BENGKULU

Perlindungan hukum diberikan oleh negara dan organisasi internasional melalui Organisasi Buruh Internasional seperti (International Labour Organization (ILO) dengan konvensi-konvensi dan rekomendasi-rekomendasi.

Pekerja/buruh perempuan dan anak sering mendapatkan ancaman/diskriminasi dalam segala hal, kekerasan, dan juga mereka sering tidak mendapatkan hak yang seharusnya didapatkan sebagian pekerja/buruh.

Peraturan perundang-undangan berhubungan dengan konvensi dan rekomendasi hukum internasional, dan perundang-undangan nasional Indonesia berhubungan dengan perlindungan hukum terhadap pekerja/ buruh perempuan dan anak.

Indonesia sebagai negara anggota ILO telah meratifikasi hasil-hasil konvensi-konvensi ILO yang memberikan hak dasar kepada semua pekerja/buruh. Perempuan dan anak bisa secara langsung mendapatkan perlindungan melalu hukum nasional.

ILO memiliki peran penting, yaitu mengeluarkan konvensi, rekomendasi, pengamatan, kerjasama, tripartisme, dan dialog sosial. Semua peran ILO bertujuan untuk menciptakan standar ketenagakerjaan dan memberikan perlindungan hukum kepada semua pekerja/buruh perempuan dan anak di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Perlindungan terhadap tenagakerja telah diatur dalam undang-undang yakni Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Pasal 76. Selain itu, pengaturannya diatur juga dalam Transmigrasi RI No.Kep 224/Men/2003 mengatur kewajiban pengusaha yang memperkerjakan wanita.

Berdasarkan obyek perlindungan tenaga kerja menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, ada beberapa nomenklatur yang mengatur secara khusus mengenai perlindungan khusus pekerja / buruh perempuan dan anak.

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 183 – 190 UU 13/2003 mengenai sanksi PIDANA dan Administrasi terkait pelanggaran UU Ketenagakarjaan.

Berbicara mengenai merencanakan dan melaksanakan pengalihan pekerja karena sifat/jenis pekerjaan tidak memungkinkan mempekerjakan pekerja/buruh. Jika Pengalihan tidak dimungkinkan, cuti di luar tanggungan Lamanya cuti 7,5 bulan. Pasca cuti wajib mempekerjakan kembali pada jabatan dan tempat yang sama.

Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Lamanya istirahat sebelum dan sesudah melahirkan dapat diperpanjang berdasarkan surat keterangan dokter kandungan atau bidan. Hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam Pasal 82 ayat (1) UU 13/2003.

Berkenalan dengan pekerjaan perempuan berhak mendapat upah penuh Pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh perempuan yang menjalankan hak istirahat sebelum dan sesudah melahirkan dan Pasal 93 ayat (2) huruf g.

Pengusaha yang tidak memberikan hak istirahat sebelum dan sesudah melahirkan kepada pekerja/buruh perempuan, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- dan paling banyak Rp. 400.000.000,- sebagaimana diatur dalam Pasal 186 Ayat (1).

Sumber: