Meninggalkan Cinta Dunia yang Berlebihan: Jalan Menuju Kedekatan Hakiki dengan Allah

Rabu 23-07-2025,11:30 WIB
Reporter : juliirawan
Editor : juliirawan

Reporter: Juli Irawan 

Radarseluma.disway.id - Dunia ini hanyalah tempat persinggahan sementara, bukan tempat tinggal abadi. Segala kenikmatan, harta, jabatan, dan pujian yang ada di dalamnya bersifat fana dan semu. Namun, realitasnya, banyak manusia yang tertipu dan terjebak dalam cinta dunia yang berlebihan, seakan-akan dunia inilah tujuan utama kehidupan. Cinta dunia secara proporsional memang tidak dilarang, tetapi ketika ia menjadi prioritas utama hingga melalaikan akhirat, di situlah bahayanya. Allah dan Rasul-Nya memperingatkan umat manusia untuk tidak tenggelam dalam gemerlap dunia yang menipu, agar tidak kehilangan tujuan sejatinya: meraih ridha Allah dan surga-Nya.

Hakikat Dunia dalam Pandangan Islam

Allah SWT telah menggambarkan dengan jelas dalam Al-Qur'an tentang hakikat dunia yang penuh tipu daya:

وَمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَآ إِلَّا مَتَـٰعُ ٱلْغُرُورِ

Artinya: "Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu." (QS. Al-Hadid: 20)

Ayat ini menjadi peringatan bagi kita bahwa kenikmatan dunia hanyalah ilusi yang bisa membuat manusia lupa diri. Dunia memang memiliki daya tarik yang besar: harta, wanita, tahta, dan popularitas. Tetapi semua itu akan sirna ketika ruh telah berpisah dari raga.

Rasulullah SAW pun menjelaskan betapa hinanya dunia jika dibandingkan dengan akhirat:

لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللَّهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ، مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ

Artinya: "Seandainya dunia ini di sisi Allah sebanding dengan sayap nyamuk, niscaya Dia tidak akan memberikan seteguk air pun kepada orang kafir." (HR. Tirmidzi, no. 2320)

Hadits ini menggambarkan betapa rendahnya nilai dunia di sisi Allah. Namun anehnya, justru dunia yang rendah inilah yang sering kali diperebutkan manusia dengan penuh ambisi, bahkan hingga mengorbankan nilai-nilai agama, kemanusiaan, dan kemuliaan.

BACA JUGA:Muharram dan Semangat Perjuangan Meningkatkan Hafalan Al-Qur’an: Momentum Emas Memulai Tahun dengan Nur Islam

Cinta Dunia, Akar Segala Kerusakan

Rasulullah SAW bersabda:

حُبُّ الدُّنْيَا رَأْسُ كُلِّ خَطِيئَةٍ

Artinya: "Cinta dunia adalah pangkal segala kesalahan (kerusakan)." (HR. Baihaqi)

Hadits ini mengandung makna mendalam. Ketika seseorang terlalu mencintai dunia, maka ia akan terdorong untuk melakukan segala cara demi mendapatkan kenikmatan duniawi. Maka tak heran, banyak yang melakukan penipuan, korupsi, fitnah, bahkan pembunuhan hanya demi harta dan kedudukan. Cinta dunia yang berlebihan menjadikan hati keras, lalai dari dzikir, malas beribadah, dan enggan bersedekah.

Cinta Dunia yang Seimbang

Islam bukanlah agama yang mengharamkan dunia. Bahkan Allah memerintahkan hamba-Nya untuk memanfaatkan dunia dalam batas yang halal dan sesuai syariat:

وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْـَٔاخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا

Artinya: "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu lupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia..." (QS. Al-Qashash: 77)

Ayat ini menunjukkan bahwa kita boleh menikmati dunia, namun tidak boleh melupakan akhirat. Artinya, dunia bukan tujuan, tapi alat untuk menuju akhirat. Kekayaan, jabatan, dan ilmu hendaknya menjadi sarana untuk beramal, bukan untuk berbangga atau menguasai orang lain.

Tanda Orang yang Meninggalkan Cinta Dunia yang Berlebihan

Seseorang yang telah mengurangi keterikatan hatinya pada dunia akan terlihat dalam beberapa hal:

1. Zuhud dan Qana'ah

Ia tidak rakus terhadap dunia, merasa cukup dengan apa yang dimiliki, dan tidak silau dengan kemewahan orang lain.

2. Fokus pada Akhirat

Ia memperbanyak amal shaleh, gemar bersedekah, rajin ke masjid, dan selalu memperbaiki hubungan dengan Allah.

3. Sabar dalam Ujian

Ia tidak mudah kecewa atau putus asa saat kehilangan harta atau jabatan, karena tahu bahwa semua itu hanya titipan.

4. Tidak Dengki terhadap Nikmat Orang Lain

Ia memahami bahwa rezeki sudah diatur Allah, sehingga tidak ada rasa iri hati ketika melihat orang lain lebih sukses secara duniawi.

BACA JUGA:Hijrah Menuju Kedewasaan Spiritual: Meniti Jalan Hidayah Menuju Kematangan Iman

Kisah Teladan: Umar bin Khattab dan Dunia

Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu adalah contoh nyata pemimpin besar yang zuhud terhadap dunia. Beliau hidup sangat sederhana meski memiliki kekuasaan yang luas. Pernah suatu ketika Rasulullah SAW tidur di atas tikar hingga tubuhnya berbekas. Umar menangis melihat itu dan berkata, “Wahai Rasulullah, para raja Romawi dan Persia tidur di atas kasur empuk, sementara engkau seperti ini?”

Nabi menjawab:

مَا لِي وَلِلدُّنْيَا؟ مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلَّا كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا

Artinya: “Apa urusanku dengan dunia? Aku di dunia ini hanyalah seperti seorang pengendara yang bernaung sejenak di bawah pohon, kemudian pergi meninggalkannya.” (HR. Ahmad, Tirmidzi)

Dari penjelasan diatas maka dapatlah kita simpulkan bahwa Cinta dunia yang berlebihan adalah penyakit hati yang berbahaya. Ia bisa melalaikan manusia dari Allah, dari ibadah, dan dari tanggung jawab akhirat. Islam mengajarkan keseimbangan: menikmati dunia secukupnya, namun hati tetap tertambat pada akhirat. Dunia hanyalah jembatan, bukan tujuan. Orang bijak akan memanfaatkannya untuk menyeberang, bukan untuk mendirikan istana di atasnya.

Semoga kita termasuk orang-orang yang tidak terperdaya oleh kenikmatan dunia yang sementara. Marilah kita menjadikan dunia sebagai sarana menuju akhirat, bukan sebaliknya. Bersyukurlah atas nikmat yang ada, dan gunakanlah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ingatlah sabda Nabi Muhammad Rasulullah SAW:

الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ

Artinya: “Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.” (HR. Muslim)

Dunia bukan tempat bersenang-senang bagi orang beriman, tetapi ladang amal dan ujian. Maka bersabarlah, dan arahkan hati kita kepada Allah. Sebab hanya kepada-Nya kita akan kembali, dan hanya ridha-Nya yang patut kita cari. (djl)

Kategori :