JAKARTA, Radarseluma.Disway.Id - Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menunda rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang semula dijadwalkan berlaku pada Januari 2025. Kebijakan ini diambil setelah mempertimbangkan kondisi ekonomi di masyarakat. Diharapkan, penundaan kenaikan PPN dapat memberikan keringanan bagi kelompok yang rentan secara ekonomi.
BACA JUGA:Dugaan Honorer Siluman di Seluma, Sepertinya Ada yang Ketar Ketir
BACA JUGA:Miris, 42 Bidan Desa di Seluma Alami Hal Yang Tidak Mengenakkan, Padahal Tes PPPK Kabar Baik!
Meski demikian, Center for Market Education Indonesia (CME Indonesia) menilai meskipun kenaikan PPN ditunda, reformasi pajak yang lebih menyeluruh perlu menjadi prioritas. Betapa tidak, menurut laporan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan Bank Dunia, rasio pajak terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) tergolong rendah.
Menurut OECD misalnya, rasio pajak terhadap PDB Indonesia pada 2022 adalah 12,1%, atau 7,3 poin persentase di bawah rata-rata kawasan Asia dan Pasifik (19,3%). Rasio ini bahkan lebih jauh tertinggal dibandingkan rata-rata OECD yang berada di kisaran 34%. Sejak 2007, rasio pajak terhadap PDB Indonesia cenderung stagnan.
Saat ini, PPN menjadi sumber pendapatan fiskal negara terbesar kedua (28%) setelah pajak penghasilan perusahaan (29%). Sebaliknya, pajak penghasilan orang pribadi hanya berkontribusi 13%, lebih kecil dibandingkan kategori “pajak lainnya” (14%) yang digunakan oleh OECD.
BACA JUGA: PMD Seluma akan Kroscek Pembangunan Desa Kota Agung, Bersama Inspektorat
Ketergantungan pada Indirect Taxation: Tantangan Baru