Teknologi Radioterapi Presisi Tinggi Buka Harapan Baru Bagi Pasien Kanker Serviks

Teknologi Radioterapi Presisi Tinggi Buka Harapan Baru Bagi Pasien Kanker Serviks

kanker serviks--

 

Jakarta, Radarseluma.Disway.id  — Di tengah masih tingginya angka kanker serviks di Indonesia yang menempati peringkat kedua kanker terbanyak pada perempuan dengan sekitar 36.000 kasus baru setiap tahunnya, perkembangan teknologi radioterapi menghadirkan harapan baru bagi pasien. radioterapi telah berkembang menjadi salah satu metode penanganan kanker yang efektif dan presisi, tidak hanya untuk kanker serviks, tetapi juga kanker ginekologi lainnya, dengan tingkat keamanan dan kenyamanan pasien yang terus meningkat.

 

 BACA JUGA:31 Desember Hingga 1 Januari, Pemprov DKI Gratiskan Transjakarta, MRT, hingga LRT

BACA JUGA:Semua Layanan BSI di Aceh Pulih 100%, Operasional dan Transaksi Nasabah di Aceh Kembali Normal

 

Radioterapi merupakan salah satu dari tiga pilar utama terapi kanker, selain pembedahan dan terapi sistemik. “Sekitar 50–60% pasien kanker membutuhkan radioterapi sebagai bagian dari rangkaian pengobatannya. Seiring meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap skrining kanker serviks, semakin banyak pasien yang terdeteksi pada stadium yang masih dapat ditangani secara optimal dengan radioterapi, khususnya pada stadium II dan III.” ujar dr. Fauzan Herdian, Sp.Onk.Rad, Dokter Spesialis Onkologi Radiasi di Primaya Hospital Bekasi Barat.

 


Radioterapi--

Dalam penanganan kanker, radioterapi dilakukan melalui dua pendekatan utama, yaitu radioterapi eksternal dan brakiterapi. Radioterapi eksternal merupakan metode yang paling umum, menggunakan sinar pengion berenergi tinggi yang diarahkan secara presisi ke area tumor melalui mesin khusus, dengan durasi sekitar 10–30 menit per sesi tanpa menimbulkan rasa sakit. Sementara itu, brakiterapi dilakukan dengan menempatkan aplikator langsung ke area tumor dan menjadi bagian penting—bahkan wajib bila tidak ada kontraindikasi—dalam terapi kanker serviks untuk melengkapi dosis radiasi secara optimal. Efek samping radioterapi umumnya bersifat lokal dan sementara, seperti iritasi kulit, gangguan pencernaan, atau keluhan berkemih.

 

Perkembangan teknologi radioterapi dalam beberapa tahun terakhir menghadirkan teknik presisi tinggi seperti 3D Conformal Radiotherapy (3DCRT) dan Intensity-Modulated Radiation Therapy (IMRT), termasuk teknik lanjutan VMAT dan IGRT. Teknologi ini memungkinkan pengaturan dosis radiasi yang lebih akurat, sehingga efektif menargetkan tumor sekaligus meminimalkan paparan ke jaringan sehat.

 

“Dengan teknik modern seperti IMRT dan VMAT, radioterapi kini semakin aman dan nyaman. Tingkat keberhasilan terapi meningkat, sementara efek samping dapat lebih terkontrol, termasuk pada kanker serviks pasca operasi atau yang telah menyebar ke kelenjar getah bening,” tambah dr. Fauzan.

Sumber: