Hijrah Menuju Kehidupan Zuhud dan Qana'ah: Jalan Menuju Ketenangan Hati di Dunia yang Fana
Radarseluma.disway.id - Hijrah Menuju Kehidupan Zuhud dan Qana'ah: Jalan Menuju Ketenangan Hati di Dunia yang Fana--
"Menemukan Kembali Makna Hidup dalam Kesederhanaan"
Reporter: Juli Irawan
Radarseluma.disway.id - Di tengah zaman modern yang serba cepat dan materialistis, banyak manusia terjebak dalam perlombaan duniawi tanpa ujung. Kekayaan, kedudukan, dan kemewahan seolah menjadi tolok ukur kebahagiaan dan kesuksesan. Padahal, Islam telah menawarkan dua konsep mulia yang dapat membimbing manusia keluar dari jebakan dunia yang menipu, yaitu zuhud dan qana'ah. Kedua sifat ini menjadi bagian penting dalam proses hijrah batin seorang Muslim hijrah dari cinta dunia menuju cinta akhirat, dari kerakusan menuju kepuasan, dari ambisi kosong menuju ketenangan jiwa.
Hijrah bukan hanya perpindahan fisik, tetapi lebih dalam adalah transformasi hati. Hijrah menuju sifat zuhud dan qana'ah menjadi bukti nyata bahwa seseorang sedang berupaya mendekatkan diri kepada Allah, meninggalkan kecintaan duniawi yang berlebihan dan menggantinya dengan kecintaan pada ridha Ilahi.
BACA JUGA:Muharam: Bulan Mulia untuk Menyemai Amal Rahasia dan Mendekat kepada Allah
Makna Zuhud dan Qana’ah dalam Perspektif Islam
Zuhud berarti menjauhkan hati dari ketergantungan terhadap dunia, meskipun tangan tetap mengelolanya. Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia sepenuhnya, tetapi menempatkan dunia hanya sebagai sarana, bukan tujuan.
Sementara qana’ah adalah merasa cukup dengan apa yang Allah berikan, tanpa terus menerus mengeluh atau merasa kekurangan. Qana’ah menjadikan seseorang selalu bersyukur, hidup sederhana, dan tidak silau dengan nikmat orang lain.
Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk akhiratmu, dan qana’ah adalah ridha dengan apa yang Allah berikan kepadamu.”
Dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Hadid ayat 20:
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌۭ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌۭ فِى ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَوْلَـٰدِ
Artinya: "Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan saling berbangga di antara kalian serta berlomba-lomba dalam kekayaan dan anak keturunan..." (QS. Al-Hadid: 20)
Ayat ini mengingatkan bahwa dunia hanyalah fatamorgana yang menipu. Maka, orang yang cerdas akan fokus pada kehidupan yang hakiki: akhirat. Di sinilah letak urgensi zuhud dan qana’ah menjadikan dunia sebagai ladang amal, bukan tempat bersenang-senang semata.
Dalam Hadits Nabi Muhammad Rasulullah bersabda:
ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ، وَازْهَدْ فِيمَا عِنْدَ النَّاسِ يُحِبَّكَ النَّاسُ
Artinya: "Bersikap zuhudlah terhadap dunia, niscaya Allah akan mencintaimu. Bersikap zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia, niscaya manusia akan mencintaimu." (HR. Ibnu Majah)
Hadits ini menegaskan bahwa zuhud adalah jalan meraih cinta Allah dan juga cinta manusia. Ketika seseorang tidak rakus terhadap dunia, ia akan menjadi pribadi yang tenang, tidak iri hati, dan mudah disayangi.
Nabi Muhammad Rasulullah SAW juga bersabda:
لَيْسَ الغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الغِنَى غِنَى النَّفْسِ
Artinya: "Kekayaan itu bukan karena banyaknya harta, tetapi kekayaan sejati adalah kaya jiwa." (HR. Bukhari dan Muslim)
Inilah hakikat qana’ah. Kekayaan tidak diukur dari apa yang dimiliki, tetapi dari hati yang merasa cukup.
Meneladani Zuhud dan Qana'ah Para Sahabat
Sahabat-sahabat Nabi Muhammad Rasulullah SAW adalah teladan terbaik dalam hal zuhud dan qana’ah. Umar bin Khattab RA, meski menjadi khalifah, tetap hidup sangat sederhana. Ketika masuk ke rumahnya, para utusan asing takjub karena ia hanya tidur di atas tikar kasar. Mereka berkata, “Engkau adalah pemimpin dunia, mengapa hidupmu demikian?” Umar menjawab, “Dunia ini fana, aku sedang mempersiapkan rumahku di akhirat.”
Demikian pula Utsman bin Affan RA, yang meski kaya raya, tidak tergoda oleh hartanya. Ia menginfakkan ribuan dinar di jalan Allah tanpa merasa kehilangan. Ini bukti bahwa zuhud bukan berarti miskin, tetapi tidak mengikat hati pada dunia.
BACA JUGA:Hijrah Lisan: Meninggalkan Ghibah untuk Kesucian Hati dan Lisan
Relevansi Zuhud dan Qana’ah di Era Modern
Di zaman sekarang, sifat zuhud dan qana’ah sangat dibutuhkan. Banyak orang stres karena tidak pernah merasa cukup, terus membandingkan dirinya dengan orang lain. Akibatnya, muncul penyakit hati seperti iri, dengki, bahkan depresi.
Dengan zuhud, seseorang akan lebih fokus pada hal-hal yang abadi, seperti amal saleh dan hubungan dengan Allah. Dengan qana’ah, ia akan bersyukur dan tidak mudah tergoda oleh gaya hidup konsumtif.
Hijrah menuju zuhud dan qana’ah akan membawa seseorang pada ketenangan jiwa dan kedekatan dengan Allah SWT. Ia tidak akan terbebani dengan keinginan dunia yang tak ada habisnya, melainkan hidup dalam syukur dan keridhaan.
Sifat Mulia Penentu Derajat
Zuhud dan qana’ah bukanlah sifat pasif, melainkan bentuk kekuatan spiritual tertinggi. Orang yang zuhud memiliki visi akhirat yang kuat. Ia tidak dikendalikan dunia, tapi mengendalikan dunia demi akhiratnya. Sementara qana’ah melatih hati untuk sabar, syukur, dan menerima takdir Allah dengan lapang dada.
Hijrah menuju zuhud dan qana’ah adalah hijrah menuju derajat yang tinggi di sisi Allah, sebagaimana firman-Nya:
لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَىٰ مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا۟ بِمَآ ءَاتَىٰكُمْۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍۢ فَخُورٍۢ
Artinya: "Supaya kalian tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kalian, dan tidak terlalu gembira terhadap apa yang diberikan kepada kalian. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri." (QS. Al-Hadid: 23)
Mari Berhijrah dari Dunia ke Akhirat
Hijrah tidak hanya berpindah tempat, tetapi juga berpindah hati dari yang mencintai dunia, menjadi pecinta akhirat. Dari yang rakus, menjadi qana’ah. Dari yang tamak, menjadi zuhud. Mari kita perkuat niat hijrah kita dengan menjadikan zuhud dan qana’ah sebagai bekal menempuh jalan menuju Allah. Sebab ketenangan sejati bukan pada apa yang dimiliki, tapi pada apa yang diyakini: bahwa ridha Allah adalah sebaik-baik harta. (djl)
Sumber: