Kisah Abu Nawas: Menaklukkan Sang Penyihir Jahat

Kisah Abu Nawas: Menaklukkan Sang Penyihir Jahat

Radarseluma.disway.id - Kisah Abu Nawas: Menaklukkan Sang Penyihir Jahat--

Reporter: Juli Irawan 

Radarseluma.disway.id - Di Negeri Baghdad yang damai, Ramadhan baru saja usai. Takbir telah menggema di langit, mengiringi kemenangan umat Islam atas hawa nafsu. Masjid-masjid penuh dengan jamaah, dan wajah-wajah bersinar karena ampunan dan rahmat Allah SWT. Namun, kedamaian itu tak bertahan lama.

Kabar mengejutkan menyebar di seluruh penjuru kota Zaqqum, Sang penyihir jahat yang dikenal mampu meracuni hati Manusia dengan bisikan halus, telah kembali. Ia muncul setelah sekian lama terpenjara oleh kekuatan doa dan amal Shaleh para hamba di bulan Suci. Tapi kini, setelah Ramadhan berlalu dan banyak orang kembali lengah, Zaqqum bebas kembali beraksi.

Ia tidak menghancurkan kota dengan Sihir besar atau menyulap langit menjadi gelap. Tidak. Ia menyerang dari dalam hati Manusia menggoda mereka untuk meninggalkan ibadah, menunda Shalat, membuka kembali pintu maksiat, dan melupakan kebiasaan baik yang dibangun selama Ramadhan.

Melihat keadaan itu, Khalifah Harun Al-Rasyid memanggil satu-satunya orang yang bisa mengatasi masalah ini dengan kebijaksanaan dan keberanian luar biasa yaitu Abu Nawas.

“Wahai Abu Nawas,” kata Sang khalifah, “umat telah menahan lapar dan dahaga sebulan lamanya, mereka menang dalam perang melawan nafsu. Namun kini, musuh sejati kembali berkeliaran. Mampukah engkau menaklukkan penyihir yang menyerang dari balik bayang-bayang?”

Abu Nawas, dengan senyum khasnya, menjawab, “Tuanku, ini bukan sekadar Sihir. Ini adalah ujian hati. Tapi izinkan hamba mencoba menyalakan kembali cahaya yang mulai padam di dada Manusia.”

BACA JUGA:Siasat Abu Nawas Menghindari Pajak: Kisah Jenaka yang Sarat Makna

Perjalanan Spiritual

Dengan bekal yang sederhana: seutas tasbih, sebuah mushaf kecil, dan sajadah yang telah usang oleh sujud, Abu Nawas memulai perjalanan ke tempat persembunyian Zaqqum, yang konon berada di puncak gunung kegelapan.

Dalam perjalanan, ia dihadang oleh tiga godaan besar yang mewakili tipuan Syetan setelah Ramadhan:

Pertama, seorang pemuda tampan datang membawa anggur dan musik. Ia menari-nari di depan Abu Nawas, berkata, “Ramadhan telah usai, kini saatnya bersenang-senang. Tak perlu lagi kau repot dengan amal.”

Abu Nawas menunduk, lalu mengucapkan:

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

Artinya:;"Aku berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk."

Ia terus berjalan tanpa tergoda.

Kedua, ia menemui padang emas dan permata. Sebuah suara menggoda: “Ambillah kekayaan ini. Dengan ini kau bisa hidup tenang dan tak perlu bersusah payah berdakwah.”

Namun Abu Nawas kembali membaca ayat Al-Qur'an Surat Al-Alaq ayat 6-7 yang mana berbunyi:

كَلَّا إِنَّ الْإِنسَانَ لَيَطْغَىٰ، أَن رَّآهُ اسْتَغْنَىٰ

Artinya: "Sekali-kali tidak! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup." (QS. Al-‘Alaq: 6–7)

Ia pun berlalu tanpa menoleh.

Ketiga, seorang lelaki tua berkata, “Beristirahatlah, Abu Nawas. Kau terlalu keras pada dirimu. Bukankah Allah SWT Maha Pengampun? Sedikit kelalaian tak apa.”

Abu Nawas menatapnya, lalu menjawab, “Benar, Allah Maha Pengampun. Tapi bukan berarti kita bebas berbuat salah. Taubat itu bukan mainan.”

BACA JUGA:Kisah Hikmah di Balik Keledai Abu Nawas

Pertemuan dengan Zaqqum

Akhirnya, Abu Nawas tiba di gua kelam tempat Zaqqum berada. Udara terasa berat, dan hawa kegelapan menyelimuti sekeliling.

“Siapa kau?” suara Zaqqum bergema.

“Aku hanyalah hamba Allah yang datang membawa cahaya.”

“Cahaya? Tidak ada cahaya di sini!” tawa Zaqqum menggema.

Namun Abu Nawas tidak gentar. Ia menggelar sajadah, menunaikan Shalat Tahajud, dan melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Gua itu pun bergetar. Zaqqum berteriak kesakitan.

“Berhenti! Cukup! Kenapa bacaanmu menyakitiku?!”

“Karena kau hidup dalam gelap, dan ayat-ayat ini adalah cahaya.”

Dalam sujudnya, Abu Nawas berdoa:

"Ya Allah, kuatkanlah hati hamba-hamba-Mu yang Engkau sucikan selama Ramadhan. Jangan biarkan mereka kembali gelap setelah Kau beri mereka cahaya."

Tiba-tiba, gua itu runtuh. Zaqqum menghilang bersama bayang-bayang kelam. Kekuatan dzikir dan ibadah yang ikhlas telah menghancurkannya.

Kepulangan dan Pesan Abu Nawas

Saat kembali ke Baghdad, Abu Nawas tak membawa tongkat sihir atau Mahkota kemenangan. Ia hanya membawa pesan:

“Wahai umat, musuh kita bukan penyihir seperti dalam kisah, tapi bisikan jahat dalam hati. Syetan yang dulu dibelenggu selama Ramadhan kini telah bebas. Jangan biarkan mereka menang karena kita lengah.”

Ia mengingatkan bahwa ibadah bukan hanya di bulan suci Ramadhan. Shalat, dzikir, sedekah, dan menjaga lisan harus terus dilanjutkan.

Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an Surat Fussilat ayat 30 yang artinya: 

“Sesungguhnya orang-orang yang berkata: ‘Tuhan kami adalah Allah,’ kemudian mereka tetap istiqamah, maka malaikat akan turun kepada mereka (seraya berkata), ‘Janganlah kamu takut dan janganlah kamu bersedih hati, dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.’” (QS. Fussilat: 30)

Sejak hari itu, rakyat Baghdad kembali bersemangat menjaga amal. Mereka sadar bahwa setelah kemenangan di bulan Suci Ramadhan, ujian sesungguhnya justru dimulai.

Abu Nawas tidak hanya menaklukkan penyihir, tapi membangkitkan kesadaran bahwa cahaya sejati bukan di luar, tapi dalam hati yang selalu terhubung kepada Allah. (djl)

Sumber:

Berita Terkait